Bagian 31 : Tetangga Baru

140 32 9
                                    

Anggun membenamkan diri dalam bantal tidur di kamar kostnya. Ia sadar bahwa jatuh cinta pada seseorang pertama kali enam tahun lalu membuat hatinya terluka. Sejak kepergian Viana. Masa sekolah menengah atas, kembali ke awal sebelum bertemu Viana, sahabat karibnya. Semuanya palsu.

Anggun menjalani masa sekolah dengan membawa pengalaman traumatis. Ia kira, Viana mungkin bahagia jika Dion menjalani hukuman. Namun hari itu setelah dokter mengatakan sebenarnya. Viana mengalami depresi selama kehamilan, sehingga berpengaruh pada bayi dalam kandungannya. Setelah kelulusan SMA Anggun menjalani kehidupan terikat dengan perasaan bersalah dan pengalaman cinta yang pahit.

Ketika para pemuda-pemudi di desanya menjalani masa muda yang manis. Anggun menghabiskan masa akhir sekolahnya hanya di kamar. Nenek Anggun khawatir dengan mental Anggun yang terganggu. Dengan sedemikian cara nenek Anggun mencoba mengobati hati Anggun, cucu kesayangannya.

Satu tahun lebih kemudian setelah kepergian Viana.

"Cu, kepergian Viana bukan salahmu. Sebentar nenek mau memberikan sesuatu."

Terlihat di tangan kanan nenek Anggun sebuah buku harian.

"Nenek sudah lama mau memberikan ini, tapi melihat kondisimu. Nenek tidak berani. Selama masa kehamilan Viana, nenek menemani Viana. Ia sangat bahagia bertemu kamu Anggun. Viana bercerita ke nenek tentang kondisi keluarganya. Kedua orangtua Viana bercerai. Jadi, itu bukan kesalahanmu nak Anggun. Pria jahat itu pantas mendapatkan ganjaran," jelas nenek kemudian memberikan catatan harian itu pada Anggun.

Anggun lalu membuka satu per satu halaman buku harian milik Viana. Untaian kalimat yang ditulis Viana meninggalkan kesan mendalam. Bagi Anggun semacam wasiat.

Anggun, terima kasih sudah menjadi sahabatku. Aku harap kamu menjadi wanita yang anggun seperti arti namamu ....

Air mata Anggun jatuh dari pelupuk matanya. Kalimat itu seperti penyembuh batin Anggun. Lalu Anggun memutuskan, untuk berubah.

"Nek, aku mau kuliah dan belajar lebih baik lagi. Aku ... tidak akan menjadi gadis yang kasar dan menyedihkan lagi ... aku ... huff ... aku ..., Nek," ucap Anggun disertai tangisan seakan ditahan. Melihat kondisi Anggun nenek langsung membalasnya dengan pelukan hangat.

••••

Selama satu hari penuh Anggun berada di dalam kamar kost. Panggilan telepon Anggun abaikan. Hal itu, membuat Ria tidak tenang. Ria terlihat bolak-balik di depan kamar kost Anggun.

"Agh! Apa aku salah ngomong ya sama Anggun?"

Ria menggulirkan layar ponsel, menunggu pesan dari Brian. Ria sudah menceritakan pada Brian tentang perilaku aneh Anggun.

Brum. Terdengar suara motor di halaman kost.

"Ternyata Brian. Sini cepetan, bantu aku. Tarik keluar Anggun. Dari kemarin malam Anggun gak keluar kamar. Aku jadi stres lihatnya. Benar-benar gak jelas memang Anggun," kata Ria dengan raut wajah kesal. Samapun halnya raut wajah Brian, ia khawatir.

TAK! Anggun membuka pintu kamar kostnya. Ia menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. Ria dan Brian sama-sama menoleh. Melihat kondisi Anggun. Ria dan Brian menatap tajam Anggun.

"Kalian ngapain ngerumpi di depan kamarku?" Anggun memecah suasana.

Ria melihat raut wajah Anggun.

"Dia terlihat segar? Mencurigakan." Ria membatin.

"Aku agak demam kemarin, makanya gak keluar kamar. Sekarang udah sembuh. Ah Brian, maaf aku gak nepatin janji masuk kelas hari ini."

"Gak papa. Aku udah bilang ke Dosen. Kamu izin Anggun," balas Brian.

Ufuk TimurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang