Bagian 23 : Manis, Tapi Aneh

140 36 2
                                    

"Apa aku suka Anggun?"

Kenzo menepuk pipi kanan. Ia menepis perasaan itu.

"Mungkin karena terbawa suasana." Batin Kenzo.

Kenzo bangkit.

"Kalo udah. Dibersihkan sekalian kulkasnya. Tuh, banyak sampahnya," kata Kenzo.

Anggun mengangguk, mengerti apa yang dimaksud Kenzo. Ketika Kenzo akan meninggalkan dapur. Anggun memanggilnya.

"Pak."

Kenzo menoleh. Ia melihat Anggun merogoh saku celananya. Mengambil sesuatu.

Anggun meraih tangan kanan Kenzo. Berkata,"makan ini Pak kalo pusing. Permen rasa jahe."

Kenzo melihat dua bungkus permen di tangannya. Ia langsung menghindari kontak mata, situasi ini agak canggung bagi Kenzo. Namun, tidak bagi Anggun karena ia merasa Kenzo letih.

Di ruang kerja, Kenzo belum memakan satupun permen pemberian Anggun.

"Wanita itu ....." Secara tidak sadar, kedua pipi Kenzo merah merona.

•••••

Satu minggu kemudian.

Bu Tedjo menatap arloji di tangan kirinya. Pukul sembilan pagi. Ia baru saja menghubungi beberapa kolega yang memiliki pabrik. Sebelum menekan kontrak dengan Pabrik Jaya Abadi. Bu Tedjo sempat menyarankan pada Kenzo agar menolak kerja sama dengan pabrik itu, karena ia tahu dampak pabrik kalau pemiliknya belum jelas.

"Saran saya, produknya kita produksi di pabrik cadangan dulu Nak Kenzo," ucap Bu Tedjo di ruangan kerja Kenzo.

"Di desa pelosok 'kan, Bu? Pabrik itu alatnya kurang memadai. Masih oke di Pabrik Jaya Abadi."

"Tentu saja, Nak. Cuma pabrik itu punya tenaga kerja banyak. Percuma 'kan kalo alat produksi bagus, tapi tenaga kerja sama pemilik pabrik gak jelas."

Kenzo mengeluarkan napas berat.

"Maaf, Bu. Saya merepotkan Bu Tedjo sama lainnya," lesu Kenzo kemudian mendongak. Menerawang langit atap.

"Gak apa-apa, Nak Kenzo. Ini sebagai pengalaman aja. Membangun usaha itu gak gampang. Banyak rintangan. Ibu rasa Nak Kenzo perlu berhati-hati memilih rekan kerja." Bu Tedjo menyarankan pada Kenzo. Kenzo sedikit menunduk.

Kenzo menyadari suatu hal. Ia pandai menciptakan produk, tapi belum pandai dalam memilih tempat produk itu diciptakan. Mungkin ke depannya, Kenzo harus berhati-hati memutuskan tindakan. Kenzo tidak ingin menyusahkan para pegawainya lagi.

•••••

Anggun menatap ponsel. Matanya berbinar-binar.

[Rp.3.000.000 telah dikirim oleh nomor rekening 01×××× atas nama Sri Widyawati]

Anggun tidak percaya. Baru saja minggu lalu ia stres memikirkan cara membayar uang kos. Hari ini, nenek Anggun mengirim uang pada Anggun. Untuk urusan uang, nenek Anggun sangat memperhatikan. Ia tidak ingin Anggun kesusahan di kota orang.

Berbeda dengan Anggun, ia sangat memperhatikan nenek. Sampai-sampai tidak ingin menceritakan bebannya bayar uang kos dan utang kuliah pada neneknya.

"Bentar, uang dikirim nenek tiga juta. Terus tabungan gajiku satu juta lebih. Syukurlah, aku bisa bayar kos besok."

Anggun mempersiapkan diri. Ia akan berangkat ke Bank terdekat. Menarik tunai. Anggun mengamati jam di ponsel. Pukul sepuluh siang. Aman, masih ada waktu ke tempat kerja.

Beberapa waktu kemudian. Anggun sudah menarik uang tunai dari ATM. Ia menyisakan saldo seratus ribu supaya kartu ATM-nya tidak hangus. Anggun tidak punya waktu mengurus kartu ATM ketiga kali. Dua kartu ATM sebelumnya, hangus-- karena Anggun lupa mengisi ulang. Tiap minggu, dipotong. Menjengkelkan. Sampai-sampai Anggun punya ide, biar Anggun saja yang ke Desa. Mengambil uang pemberian nenek. Namun, ide itu ditolak mentah nenek Anggun. Karena Anggun justru membuat rumit.

Ufuk TimurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang