Melihat raut wajah Kenzo. Anggun mengurungkan niat. Kenzo terlihat banyak pikiran. Anggun pun pelan-pelan kembali ke ruang istirahat karyawan kemudian membuka loker meraih tas. Anggun mengambil dompet, membukanya. Uang hanya tersisa seratus lima belas ribu. Sebagian uangnya sudah habis untuk mencicil utang kuliah. Kryuk. Suara perut mengisyaratkan waktunya makan. Anggun menepuk-nepuk kecil perut, lapar. Ia baru makan nasi kemarin malam. Makan pagi hanya sebungkus serabi yang ia beli penjaja kue keliling.
Di luar rumah makan. Anggun melempar pandangan. Ia mencari warung makan. Ternyata tidak ada. Ia menoleh.
"Rumah makan Pak Kenzo mendominasi daerah ini. Pak Kenzo pilih tempat strategis buka usahanya. Ehm, bagus." Anggun tersenyum kecil.
Anggun berjalan sekitar beberapa meter. Saat Ia serius mencari warung makan. Ia refleks mengerem langkahnya. Anggun menemukan warung makan unik. Warung Makan Wong Ndeso.
Anggun tertawa kecil. Melihat papan nama duduk yang terpajang di luar warung itu. Nama warung makan itu seperti menggambarkan dirinya. Orang yang berasal dari desa. Anggun melangkah menuju warung itu. Setibanya di sana, ia masuk. Tidak ada pembeli. Anggun memperhatikan tata ruang warung itu. Sangat jauh perbedaannya dengan rumah makan Kenzo. Atap warung genteng biasa. Lantai beralas keramik warna kuning. Dinding batu bata merah. Sepertinya, warung ini baru setengah jadi dibangun. Pemiliknya, belum sempat memberikan dinding halus dan cat dinding senada.
"Beli apa, Mbak?" Seorang wanita lanjut usia menyambut Anggun.
Ia tersentak.
"Saya mau makan, Bu. Satu piring berapa, Bu?"
"Lima ribu Mbak."
Murah. Itu yang terlintas di pikiran Anggun sekarang. Anggun mengira kota besar hanya berisi makanan mahal. Makanan yang murah hanya segelintir saja. Ternyata, Anggun salah.
Anggun hanya menunggu beberapa menit. Makanan sudah siap.
"Ini pecelnya Mbak. Di warung ini gak ada menu lain. Cuma pecel," ucap penjualnya dengan ekspresi malu.
"Gak apa-apa Bu."
Anggun meraih sendoknya. Ketika nasi sudah di mulut. Mata Anggun membulat. Sangat enak. Bumbu kacang yang kental. Membuat rasa pecel ini sempurna. Ia melahapnya.
"Aku harus makan di sini terus. Dah murah ... enak lagi. Eh, untuk porsi lima ribu. Porsi pecelnya jumbo banget?" Anggun menatap piringnya.
Ketika Anggun sibuk makan. Pemilik rumah makan menaruh satu gelas es teh. Anggun tersentak karena ia tidak merasa memesannya.
"Itu gratis Mbak karena udah mampir makan di sini. Dari pagi sampai malam ini belum ada pembeli yang datang. Mungkin menunya kurang bagus," lesu ibu itu.
Anggun merasa iba. Ia melihat raut wajah ibu itu, letih.
"Enggak, kok Bu. Makanannya enak banget, loh."
Ibu itu terlonjak.
"Makasih banyak Mbak. Ibu ... hampir putus asa. Karena ini satu-satunya usaha buat bayar sekolah cucu saya."
Mendengar ucapan ibu itu. Anggun mengingat sosok neneknya.
"Saya doakan Bu. Warung ibu sukses ke depannya."
•••••
Anggun membuka pintu pagar kos. Ia sudah sampai. Segera Anggun mengambil ponsel di tas. Ia membuka galeri foto. Anggun tadi sempat mengambil beberapa gambar makanan warung itu.
"Ah, aku post aja."
Anggun memposting menu pecel warung itu di instagramnya. Oh, ya? Ada rahasia yang ia sembunyikan dari nenek juga teman kampus. Ia selama ini. Setiap datang di tempat makan baru. Anggun mengambil gambar menu mereka lalu diposting. Namun, Anggun tidak memilih tempat makan yang mahal. Ia hanya mengunjungi tempat makan yang murah dan tentu saja enak di lidahnya. Anggun mereview menu di tiap lokasi yang dikunjungi dengan jujur. Dari lokasi, harga sampai rasanya. Bahkan, nenek dan teman kampusnya tidak tahu. Anggun memakai nama samaran id @enak_banget_ini
KAMU SEDANG MEMBACA
Ufuk Timur
RomanceGenre : Drama, Romance, New Adult WARNING 21+ ☡ Kenzo seorang chef dan pengusaha yang mengelola K&1 Restaurant Seafood. Suatu hari, ia hadir sebagai pembicara di salah satu kampus. Agar menambah keuntungan usahanya, Kenzo membuka stan bazar. Namun...