Bagian 21 : Kedok

131 38 13
                                    

Brian mendongak. Seorang wanita rambut sebahu, memandang Brian dengan sorotan netra yang tajam. Brian perlahan bangkit. Ia melihat temannya Bima. Seketika muncul dari belakang wanita itu. Kemudian, menghampiri Brian.

"Anak yang kamu jaga. Anak wanita itu," bisik Bima.

"Oalah."

Bima merasa hawa kaku antara Brian dan Mega. Ia langsung mengatakan apa yang terjadi pada putra Mega.

"Bu, tadi Mas ini yang nolongin anak ibu. Hampir aja ketabrak di depan," jelas Bima dibalas anggukan Brian.

Mata Mega melebar. Ia serentak memeluk putra kecilnya, Bintang. Bulir-bulir air mata turun di sudut mata Mega. Mega khawatir, jika putra satu-satunya tidak terselamatkan.

"Maaf. Saya kira ...," Mega tidak melanjutkan perkataannya. Ia berkata lagi,"makasih udah nolongin putra saya."

Brian menjawab,"Sama-sama, Bu."

Mega lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

"Ini, kartu nama saya. Kalo butuh bantuan. Saya siap membantu," kata Mega. Brian meraih kartu nama yang diberi Mega.

Mega menggendong putra kecilnya, dia pulang. Brian memperhatikan, lambat-lambat punggung Mega tidak terlihat lagi di daun pintu. Secara tidak sadar bibir Brian melengkung membentuk senyuman.

•••••

"Ini, Pak data pemasukan dan pengeluaran bulan ini," ucap seorang pegawai bagian keuangan pada Kenzo sembari menyerahkan buku kas.

Kenzo meraih buku kas itu. Berkata,"Hem ... banyak pengeluaran daripada pemasukan."

"Iya, Pak. Mengingat rencana Bapak buat produk kerja sama dengan pabrik Jaya Abadi. Kemarin salah satu pegawai dari sana ke sini. Katanya, apa ada rencana mengambil alih pabrik Jaya Abadi," jelas pegawai tersebut. Kemudian berkata lagi,"info, pabrik Jaya Abadi milik warga sana. Kepemilikan bersama."

"Iya, saya tahu. Lagian ini baru kerja sama pertama kita dengan pabrik itu. Kita lihat aja ke depan. Dan ya lihat pemasukan usaha kita sangat minus. Gak mungkin kita beli pabrik itu," tutur Kenzo.

Jawaban Kenzo dibalas raut wajah putus asa pegawai tersebut. Kenzo memahami kondisi para pegawainya. Akibat pandemi Covid-19 restoran Kenzo terkena imbas. Usahanya, sepi pembeli. Pemasukan terbesar bulan ini itupun dari Yohan. Jalan satu-satunya, meluncurkan produk makanan yang sudah direncanakan. Murah, enak dan dapat dibeli semua lapisan masyarakat.

•••••

Anggun menunggu di depan pintu ruang kerja Kenzo. Ia akan meminta izin magang. Di tangan kanan Anggun, ia memegang surat izin magang. Sesekali Anggun mengamati pakaian yang dia pakai.
Anggun terpaksa memakai baju bebas karena seragam kerjanya belum kering.
Ketika Anggun menoleh, seorang pegawai ke luar dari ruang kerja Kenzo. Kini giliran Anggun yang masuk.

"Permisi."

"Masuk."

Mata Kenzo membulat. Ia tak menyangka Anggun kini berada di depannya. Samar-samar Kenzo mengingat peristiwa kemarin malam.

"Anggun, saya minta maaf soal kemarin."

Anggun pun tersentak.

"S ... Saya gak apa-apa, Pak."

Kenzo lega.

"Kalo gitu kenapa ke sini?"

"Saya minta izin magang, Pak. Saya janji gak akan meninggalkan tanggung jawab saya sebagai pegawai."

"Magang?"

"Iya, Pak."

"Kalo kamu mampu saya izinkan. Asal, tidak melupakan pekerjaan paling utama, ya. Kamu tahu Bu Tedjo 'kan, Anggun?"

Ufuk TimurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang