Bagian 29: Takut Terluka

84 29 1
                                    

"Pak Kenzo sudah menikah?"

Anggun menyipitkan mata. Seketika jantungnya seperti memanas hingga ke leher. Anggun merasakan perasaan yang aneh. Tapi ia tidak tahu.

"Brian kita langsung pulang."

"Gak makan dulu Anggun?"

"Gak apa-apa. Aku makan di rumah aja."

Brian sedikit mencuri pandang pada Anggun. Dia tidak mengerti mood Anggun yang tadinya cukup baik. Berubah seketika.

Selama perjalanan pulang dengan Brian. Anggun hanya menatap kosong pemandangan di depannya.

"Anggun kamu kenapa?"

Anggun tidak menjawab. Entah apa yang ia pikirkan. Membuat Brian bertanya-tanya.

"Yagh! Anggun!"

Mata Anggun membulat. Ia tidak sadar kini sudah berada tepat di depan kosnya.

"Kita sudah sampai?"

Brian menyilangkan kedua tanganya .

"Dari tadi Anggun. Segeralah turun. Kakiku capek menopang badanmu." Brian dan Anggun masih di atas motor. Terlihat kedua kaki Brian menopang motor beratnya.

Anggun tertawa kecil.

"Kalo berat kenapa dibonceng?"

"Em ya, gak tau sih. Ah iya, janjiku udah terbayar ya Anggun. Besok kamu gak boleh marah-marah gak jelas lagi kayak terakhir kali."

"Ya ya ya. Makasih udah ngisi waktu luangku," ucap Anggun sambil melepaskan helm dari kepalanya lalu diberikan pada Brian.

"Ya baguslah. Sampai jumpa besok. Jangan telat masuk kelas Anggun," balas Brian.

Sepeninggal Brian, Anggun sudah berada di dalam kostnya. Ia menatap kasur empuknya. Senyum tipis terukir. Anggun ingin tidur.

"Jam berapa sekarang?" Anggun menatap layar ponselnya. Pukul tiga sore.

Anggun menghela napas. Sejenak ia mengingat kejadian tadi. Anggun melihat sosok seorang wanita di depan Kenzo.

"Sial! Apa yang aku pikirkan, sih?" Anggun membenamkan wajahnya di bantal.

Anggun merasa gelisah. Hal seperti ini pertama kali baginya. Parahnya, ia tidak tahu arti perasaannya sekarang.

"AGHH!!!" Anggun menjerit.

Tring! Ponselnya berbunyi.

"Ahh, Ria?" Anggun segera mengangkat telepon dari Ria.

[Anggun! Suaramu kedengaran sampai kamarku!]

[Lah? Ria kamu gak ke mana-mana toh? Tak kira kamu jalan-jalan.]

[Aku gak enak badan. Malas banget keluar sekarang.]

[Ya udah aku ke kamarmu Ria. Kebetulan aku banyak jajan. Nanti kita nonton netfl* bareng-bareng.]

[Okeyy. Aku tunggu.]

Beberapa saat kemudian. Anggun sudah membersihkan diri. Rasanya segar. Ia lalu menatap cermin. Wajah Anggun sedikit kusut. Anggun rasa itu hal biasa, suasana hati Anggun bisa mempengaruhi wajah. Ketika Anggun bahagia, wajah Anggun terlihat cantik. Jika sedih, wajah Anggun terlihat jelek. Kutukan wajah bunglon itu membuat Anggun kadang muak.

"Seandainya wajahku diberkati secantik Ria. Mungkin aku tidak perlu khawatir dengan kondisi wajah anehku."

Anggun kemudian membuka laci. Mengambil beberapa peralatan rias. Ia tersenyum tipis. Tak disangka Anggun membeli peralatan rias lengkap. Sebenarnya Anggun tidak pandai merias diri. Namun, sejak mendapat pekerjaan paruh waktu. Ternyata, itu hal penting. Anggun awalnya merasa aneh, setiap kali berada di ruang ganti pegawai K&1 Restaurant Seafood. Hampir semua pegawai wanita merias diri. Apapun jabatannya. Setelah bekerja beberapa bulan kemudian, Anggun menyadari alasan mereka seperti itu untuk menarik pembeli.

Ufuk TimurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang