Bagian 16 : Wanita

96 48 21
                                    

Anggun memandangi Kenzo yang sedang menyantap kue kering buatannya.

"Kuenya wangi," ucap Kenzo.

"Iya, Pak. Ini namanya kue Sagon Panggang."

Kenzo mengangguk-angguk.

"Oh saya pernah dengar, tapi baru tahu ada kue sewangi ini," balas Kenzo dengan raut wajah seperti mengingat sesuatu hal.

Mata Anggun berbinar.

"Hehehe iya, Pak. Itu karena bahan dasarnya tepung ketan, kelapa sama vanili bubuk," ujar Anggun sedikit jengah.

Kenzo memajukan wajahnya. Membuat Anggun terkejut.

"Kamu yang buat?" tanya Kenzo menyelidik.

Anggun memutar bola matanya.

"Eh ... enggak, Pak. Ini saya beli di penjual kue keliling tadi pagi," kilah Anggun sembari menggaruk hidungnya.

Kenzo mengamati Anggun. Kenzo tahu Anggun berbohong. Gerak-gerik Anggun mudah terbaca.

Setelah menyantap kue buatan Anggun. Kenzo bangkit. Ia mendapat telepon dari seseorang.

"Saya ke luar sebentar."

"Silakan, Pak."

Kenzo mengangkat telepon itu.

[Halo!]

[Iya, Bu Tedjo.]

[Sekarang di mana?]

Kenzo melempar pandangan mencari nama kedai ini. Ia menemukannnya.

[Saya di persimpangan lampu merah, Bu. Jalur arah Kuningan. Warung Alas]

[Oke ... oke. Tunggu. Saya ke sana sama sopir saya.]

[Baik, Bu]

Kenzo menghela napas lega. Beberapa menit lalu, ia mengirim pesan ke Bu Tedjo mobilnya rusak. Untunglah, Bu Tedjo cepat membalas pesan.

Kenzo menatap arlojinya. Pukul delapan malam. "Berarti sekitar jam sembilan lebih Bu Tedjo datang."

Kenzo masuk. Namun, tak sengaja ia melihat siaran televisi di sudut Kedai.

"Sudah tiga puluh tahun. Perusahaan Sinar Wijaya Group berdiri. Kita pasti tidak asing dengan nama ini. Produk makanan cepat saji nomor satu di Indonesia menghiasi rak toko Anda. Mari berkenalan dengan Bapak Heru Wijaya, pendiri Sinar Wijaya Group sekaligus pengusaha hebat sekarang."

Kenzo mengamati siaran wawancara kesuksesan perusahaan ayahnya. Seperti biasa, ayah Kenzo tidak pernah absen hadir di acara televisi. Alasan Kenzo menolak beberapa acara program TV karena ia ingin sukses dengan cara sendiri. Bukan karena reputasi ayahnya.

Beberapa pengunjung warung. Memuji produk perusahaan ayah Kenzo, setelah menonton wawancara eksklusif itu.
Kenzo tak sengaja mendengarnya.

"Pak! Saya pulang naik bus aja."

Kenzo menoleh karena panggilan Anggun membuat Kenzo terkejut.

"Oke ... oke," jawab Kenzo.

"Saya duluan, Pak." Pamit Anggun.

Anggun berjalan sekitar beberapa meter. Ia mencari halte bis.

"Ah, itu!" Anggun berhasil menemukan halte.

Anggun berlari kecil. Sesampainya di sana, ia duduk menunggu bis datang.

•••••

Warung Alas. Kenzo mengamati mobilnya yang ia parkir di seberang jalan. Kenzo memijat dahi kanan, lelah. Namun, ini sudah hal biasa bagi Kenzo. Ketika di Jepang, ia harus berjuang mengumpulkan uang. Puncaknya, sampai Kenzo diterima di salah satu perusahaan makanan ringan. Dengan gaji yang lumayan tinggi Kenzo dapat menabung membuka usaha.

Ufuk TimurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang