Bagian 24 : Pencuri

97 32 1
                                    

"H ... ilang?"

Anggun begitu panik. Ia bingung.

"Tenang ... tenang. Aku ke ruang pengawas dulu."

Di ruang pengawas. Anggun mencari satpam yang bertugas.

Tok tok tok

"Permisi, Pak. Saya mau periksa rekaman cctv lorong ruang istirahat pegawai."

"Aduh, maaf, Mbak. Cctv-nya lagi diperbaiki. Mungkin minggu depan baru dipasang cctv baru."

Situasi batin Anggun tidak tenang. Ia kehilangan uang yang jumlahnya cukup besar.
Anggun ke luar dari ruang pengawas. Ia menghembuskan napas berat.

"Ya ampun, kenapa aku melakukan kesalahan bodoh ini." Anggun menyandarkan punggung di dinding. Lalu memukul kepalanya, menyalahkan diri sendiri.

"Aku harus cari pelakunya, ngambil seenaknya uang aku!" Anggun memasang wajah murka. Di satu sisi, ia bingung keputusan apa yang akan ia ambil?

Anggun tetap melakukan pekerjaan seperti biasa karena dia sudah berjanji pada Kenzo. Bertanggung jawab atas pekerjaannya.

•••••

Pukul tujuh malam. Anggun memilih pulang lebih cepat. Ia dalam kondisi kurang enak badan. Peristiwa kehilangan uang, membuat fisik Anggun tiba-tiba saja lemah.

Di dalam bus. Selama perjalanan pulang Anggun menatap kosong langit malam. Ia menyesali tindakannya yang sering ceroboh dan beban uang kos yang harus dilunasi minggu depan. Hanya karena Anggun orang rantau, dengan seenaknya orang tidak tahu diri mencuri jerih payah neneknya.

"Maafkan aku nenek. Anggun menyusahkan nenek."

Air mata Anggun mengalir dengan perasaan bersalah.

•••••

P L A K!

"Cuma segini uang yang kamu punya?"

"Iya, Kak. Aku minta maaf, Kak. Jihan cuma dapat segini."

"Minta maaf? Dasar adik tidak berguna! Sini!" Kakak Jihan menarik Jihan kemudian ia dorong dengan kasar. Jihan terjatuh, ujung meja ruang tamu mengenai pelipis Jihan.

Air mata Jihan mengalir deras. Ia tidak kuat mendapat perlakuan kasar kakak tirinya. Semua yang dilakukan Jihan, hanya untuk melunasi utang kakak. Kakak Jihan terobsesi dengan investasi. Setiap hari kakak Jihan menghabiskan uang hasil keringat Jihan.

"Kak, tolong berhenti pukul aku." Jihan berlutut memohon pada kakaknya. Ia menangis tersedu-sedu. Namun, ucapan itu tidak berarti bagi kakak Jihan. Ia terus memukul punggung Jihan dengan beringas dengan kaki besarnya.
•••••

Anggun menatap jam di ponsel. Pukul enam pagi.

"Aduh." Kepala Anggun pusing. Namun, ia harus datang bekerja dan magang. Tentunya, Anggun harus mencari pelaku yang mencuri uangnya.

Sesampai di tempat kerja. Anggun memaksakan diri bekerja. Walaupun kondisinya tidak stabil. Bibir kering dan wajah pucat, terlihat sangat jelas. Beberapa pegawai menyadari kondisi Anggun, menyarankan agar Anggun pulang lebih awal, tapi Anggun bersikeras. Ia mengatakan, baik-baik saja.

Sama halnya dengan Kenzo, ia tidak berhenti mengamati Anggun yang bekerja cukup bersemangat. Anggun perilakunya, sangat aneh hari ini.
Kenzo pun menghampiri Anggun.

"Anggun?"

"Ya ....." Balasan Anggun terpotong. Tiba-tiba saja, Anggun ambruk tepat di depan Kenzo.

"Anggun!" Kenzo langsung otomatis mengangkat tubuh kecil Anggun. Beberapa pegawai begitu panik, karena Anggun pingsan.

Ufuk TimurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang