𝟤𝟤

181 35 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
























Situasi seperti ini membuat Jeongin semakin sadar. Kala itu, Seungmin dan Felix.



















F : "Trial trial palalo botak sung. Hyunjin ini hyunjin!"
JS : "Kenapa kalo Hyunjin?"
S : "Kelas kakap men!"
JS : "Yang kelas kakap tuh pacar Lo, Hyunjin masih bawahannya."













Pikirnya, Hyunjin benar-benar dalam fase puncak stress nya. Dengan kedatangan dirinya membuat keadaan semakin membaik (awalnya saja). Jeongin merasa sendiri walaupun banyak orang berlalu lalang hadir dalam hidupnya. Memori usang yang harusnya dilupakan, muncul mencuat membanjiri kepala. Apakah nyata adanya kontribusi pihak lain dalam hidupnya? Bukankah selama ini ia berjuang sendirian? Bahkan tumbuh kembang saja tidak dengan dampingan orang tua. Yang harusnya masa kecil penuh kehangatan, bermain hujan-hujanan dengan balutan jas hujan, menghias cupcake buatan mama dan fantasi seorang anak kecil lainnya.

Entah bagaimana keadaan Hyunjin. Ia mulai tidak peduli. Nyatanya, memang tidak ada yang benar-benar tulus sayang padanya. Pikirnya begitu. Jeongin mulai menyadari kehidupannya sekarang. Kembali suram lagi. Sifat yang ia tinggal di Amsterdam, kembali dengan segala ceritanya. Jeongin yang pendiam, tak peduli dengan sekitar, jiwa-jiwa apatis mendominasi. Personalitas yang diikat sejak kecil mulai timbul kembali. Mengingat-ingat kembali motto hidup keluarga, "Belajar jika ingin hidup". Mulai berpikir kembali, apa yang akan terjadi jika orang tuanya tahu keadaan Jeongin di Busan?

Caranya melupakan sesuatu memang terbilang unik. Tidak seperti yang lain, menghabiskan waktu dengan membuang-buang tenaga dan air mata, ia akan menghabiskan waktu di atas meja belajar dengan tumpukan buku dan berusaha untuk melupakan hari-harinya yang buruk. Meski hari buruk hanya berlangsung 24 jam. Kini diri itu benar-benar tidak bisa fokus. Ingin rasanya meluapkan emosi, tapi tidak bisa.
































Tak sadar ia terlelap terbawa permainan otak yang cukup rumit. Ponselnya bergetar dahsyat sejak 2 jam yang lalu. Memang sengaja dalam mode silent, ia tidak ingin diganggu dulu. Jeongin butuh ruang. Namun...hey! Benda pipih itu masih bergetar. Tidakkah pantasnya dilihat terlebih dahulu, siapa tahu ada kepentingan.












Lagi-lagi.



















Sesuatu yang membuat gaduh pikiran dan hatinya.

Sesuatu yang membuat gaduh pikiran dan hatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

























Kembali menggigit jari sembari meringkuk. Lantas apa yang harus dilakukan? Berulang kali menekan tombol nomor telepon satu persatu. Dilanjutkan dengan nada dering sambungan dari sang penerima.
















"Halo, Jeongin? Kenapa?"

"Kak Hyunjin dimana?"
































"Loh...kata Hyunjin dia balik ke Belanda lagi, emang ga ngasih tau?"



















Jeongin berusaha sekuat tenaga untuk mencegah bulir air mata jatuh satu pun dari netranya. Nihil, ia tak mungkin sekuat itu. Informasi terkini tentang kecelakaan tersebut masih berputar di benaknya. Kacau.













































Dua hari.



















"Nangis aja, gausah sok kuat." ucap Renjun antara meledek dan berusaha menenangkan Jeongin.


Faktanya, berita duka masih terbungkus rapat, masih hangat. Pagi ini.


"Je... Sabar ya."

Kata-kata tersebut tak mampu membuat Jeongin tiba-tiba menjadi seperti Superman. Lagi-lagi ia kehilangan sosok keluarga. Pesawat yang membawa pemuda tinggi itu melesat tepat dan hilang kendali di atas lautan. Semua telah terjadi, meninggalkan suasana duka. 203 penumpang.


























Hwang Hyunjin.











































Walau masih belum jelas informasi terkait berita terkini, sejumlah rekan Jeongin dan Hyunjin tetap mengulik informasi entah sekecil apapun. Mereka masih tidak terima dengan takdir.

"Teddy...hey, udah dong nangisnya. Nanti manisnya hilang loh.." bujuk Jaehyun menenangkan Jeongin yang masih meringkuk bergetar.




"Mong! Sini sebentar." panggil Chan yang masih menggenggam ponsel.

Seungmin kembali dengan raut wajah yang berbeda kali ini. Shock. Masih tak menyangka paa yang dilihat barusan.

"Gimana kasih tau nya, Kak?" rintih Seungmin tetap sambil berbisik.

"Kita nggak tau takdir bakal kayak gimana." Balas Chan berbisik dengan suara bergetar dan air mata berlinang.

Sudah berapa nyawa hilang di tahun ini?

Sudah berapa nyawa hilang di tahun ini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝟫𝟣𝟣 • 𝙃𝙮𝙪𝙣𝙟𝙚𝙤𝙣𝙜Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang