Gue dan Triana tiba di lobby utama Pillo Mall. Kami pun masuk dan sempat melihat-lihat beberapa barang dan aksesoris perempuan yg berjajar di jalur utama Pillo Mall.
"Jadi, mau beliin Yuki hadiah apa na?" Tanya gue.
"Hhm, aku baru aja mau tanya itu ke kamu don." Balas Triana.
"Heeh, kenapa nanya gue?" Protes gue.
"Abisnya, aku gak tau apa yg Yuki suka." Jawabnya.
"Jadi lu gak tau juga, terus gimana sekarang?" Ujar gue.
"Apa aku tanya Yuki aja ya?" Usulnya seraya mengeluarkan HP dari tas selempang kecilnya.
"Ya jangan dong, nanti Yuki tau kalau kita mau kasih kejutan." Sergah gue.
Gue ngerasa dejavu, kayanya gue pernah mengalami adegan ini.
"Terus gimana dong?" Tanya Triana dengan wajah memelas.
"Kita Telpon Putra." Ide gue.
Gue pun menelpon Putra. Setelah dia mengangkatnya, terdengar suara bising seperti suara game di sebrang telepon. Seperti yg sudah gue duga, kesibukannya pasti sedang bermain game dengan teman anggota klub otakunya.
Gue mengajak Triana ke pinggir dan me-loudspeaker agar Triana juga bisa ikut mendengar. Putra berpendapat, kalau Yuki akan senang-senang saja, apapun yg akan kita berikan nanti.
Huuh, memang si Putra gak bisa di andalkan untuk urusan seperti ini. Terpaksa, gue harus memutar otak untuk mengingat apa kira-kira yg akan Yuki sukai.
Seketika ingatan gue saat Yuki mengomentari tentang penampilan gue sebelum pergi ke dufan, memberikan gue sebuah ide.
"Kayanya dia suka fashion na." Seru gue.
"Dia pernah komen soal penampilan gue kan dan dia juga gak pernah sembarangan untuk berpenampilan." Sambung gue.
"Jadi, gue rasa memberikan barang fashion akan menjadi pilihan yg baik." Pungkas gue.
"Kamu selalu bisa di andalkan ya don, syukur deh aku ngajak kamu." Sahut Triana dengan senyum yg mengembang di wajahnya.
Seharusnya dia jangan sering-sering memamerkan senyumnya itu, karena bisa berbahaya buat orang yg melihatnya.
Akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke Mata Air Dept. Store, karena disana sudah seperti pusat perbelanjaan fashion. Mulai dari pakaian, sepatu, hingga aksesoris. Semua lengkap tersedia, baik untuk pria atau wanita.
Sudah hampi 60 menit berlalu dan Triana masih terlihat penuh semangat berjalan kesana-kemari mencarikan pakaian apa yg kiranya cocok untuk dijadikan hadiah untuk Yuki.
Gue sendiri sudah hampir kehabisan tenaga. Gue nggak menyangka, kalau berbelanja itu se-melelahkan ini. Akhirnya gue memutuskan untuk beristirahat di kursi yg ada didekat pilar dekat area pakaian wanita.
Mau sampai kapan sih si Triana mencari bajunya. Masa sudah hampir satu jam, tapi gak ada satupun benda yg menarik perhatiannya.
Kemudian gue jadi teringat kalau gue juga belum memutuskan hadiah apa yg akan gue berikan pada si Yuki.
Gue bersandar ke pilar dan menengadahkan wajah gue menghadap langit-langit toko, sembari mencari ide.
Apa ya, yg kiranya cocok buat dia?
Kalau dipikir-pikir, dia itu termasuk cewe yg tomboy. Udah gitu bukan tipikal orang yg suka memakai barang tren. Dia selalu punya caranya sendiri untuk berpenampilan.
Gue gak mungkin menghadiahkannya sebuah pakaian, karena sudah pasti dia akan gue belikan kaos polos hitam atau celana jeans hitam. Apalagi dia kritis banget masalah fashion dan juga, gue gak tau ukuran kaos atau celananya.
Gue meregangkan badan gue, entah kenapa memilih hadiah aja bisa serumit ini. Kalau saja ucapan Putra tadi tentang 'dia akan suka apapun yg diberikan' itu benar. Mungkin gue akan memilih untuk memberinya traktiran mie ayam dan es teh manis saja, gak perlu sampai seribet ini memikirkannya.
Setelah puas meregangkan badan, gue meletakkan sikut gue di atas dengkul dan bertopang dagu pada tangan kiri gue sambil menghadap lurus ke depan. Dan saat itu juga, gue seakan merasa menemukan jawabannya.
Dihadapan gue, terdapat sebuah booth aksesoris wanita. Di sana terdapat berbagai macam dan jenis aksesoris untuk wanita. Mulai dari kalung, gelang, anting, cincin, dll. Macamnya pun juga beragam, mulai yg dari logam, kulit, plastik dan banyak lagi.
Gue memperhatikannya dari posisi gue duduk. Meneliti semua jenis aksesoris yg di jajarkan di meja panjang itu, sembari mengira-ngira apa yg akan cocok untuk gue jadikan hadian buat Yuki.
Kemudian, mata gue terpaku pada sebuah kalung. Gue pun melangkah mendekati kalung itu, untuk memperhatikannya dari dekat.
Sebuah kalung yg memiliki desain sederhana dengan berbahan tali yg bisa diatur untuk diameter ukuran kalungnya, dengan liontin berbentuk bintang berbahan logam dengan warna chrome.
Gue merasa kalung ini akan sangat cocok untuk Yuki. Desain simpel dan keren, serta bahan dan warna yg tidak mencolok. Sepertinya akan klop dengan karakternya yg tomboy.
Akhirnya gue memutuskan untuk membelinya dan kebetulan sekali penjaga booth ini menawarkan untuk mengemasnya dalam bentuk kado. Sepertinya orang-orang yg membeli aksesoris disini sering menjadikannya sebagai hadiah. Gue pun menyetujui tawaran si penjaga booth itu.
Setelah selesai di bungkus dan membayarnya, Triana muncul dari belakang.
"Don, bagaimana dengan ini. Apakah menurut kamu Yuki akan suka?" Tanyanya penuh antusias.
Dia menunjukan sebuah hoodie berwarna putih dengan paduan hitam pada bagian kantong dan lengannya, serta gambar mata dan bentuk telinga berwarna hitam pada bagian kupluknya yg putih.
Seringai mengembang di wajah gue. Sepertinya akan lucu kalau sampai Yuki memakai ini. Tapi apakah si tomboy itu akan dengan senang hati memakainya?, mari kita coba teori si Putra tentang 'dia akan senang dibelikan apapun'.
"Don hei, Donni." Panggil Triana sambil melambaikan tangannya didepan muka gue.
"Eh, iya. Kenapa na?" Jawab gue yg baru tersadar dari lamunan.
"Kok kamu malah bengong sih. Gimana menurut kamu, hoodie ini cocok gak buat Yuki?" Tanyanya lagi.
"Cocok kok cocok. Gue rasa, Yuki akan senang sekali kalau lu ngasih ini sebagai hadiah ulang tahunnya." Sahut Gue.
"Begitu ya, baiklah aku beli ini aja buat hadiah Yuki." Balas Triana.
Hehehe, gue jadi gak sabar melihat ekspresi Yuki dikasih pakaian imut kaya gitu.
"Terus, kamu udah dapat apa yg mau kamu hadiahkan untuk Yuki?" Tanya Triana.
"Ini, gue udah dapat." Jawab gue sembari menunjukkan paper bag dari booth aksesoris tadi.
Kami pun bergegas ke kasir untuk membayar hoodie yg tadi dipilih Triana dan ketika kami sedang mengantri, tiba-tiba saja perut gue berbunyi dan membuat seluruh antrian menatap ke gue.
Triana yg berdiri di samping gue cekikikan menahan geli. Sial, ini gara-gara gue gak sempat makan apapun sebelum berangkat tadi.
Triana pun mengajak makan terlebih dahulu sebelum pulang. Dia memilih tempat makan yg cukup familiar untuk anak muda yaitu 'Salario'.
Wow, makan di tempat anak-anak gaul?
Sepertinya pengalaman makan ditempat seperti ini, hanya akan terasa seperti khayalan buat gue. Karena gak mungkin orang yg gak punya temen kaya gue ini, bisa makan ditempat kaya gini, meski sebenarnya gue penasaran dan hanya berani melirik ketika melewati tempat makan ini, sepulang dari toko game.
Tapi kini gue udah gak sendirian lagi, karena gue datang bersama Triana. Gue merasa sangat antusias mencoba tempat yg selalu jadi topik perbincangan anak sekolah ini.
Namun, sayangnya. Gue gak menyadari adanya kehadiran dewi kesialan yg siap menyambut gue di tempat makan itu.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Buat yg sudah mampir, semoga terhibur dengan ceritanya.
Dibantu vote, share dan komennya juga ya.
Terima kasih :)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Highschool Story : Next Step
ChickLitSetelah berhasil memiliki warna-warni baru di kisah SMA bersama kawan-kawannya yaitu Putra, Triana dan Yuki. Kini, Donni akan segera mulai menjalani kisah di tahun ke 2 nya. Bagaimana kehidupan sang otaku ini sekarang, setelah bertemu dengan orang...