Berkat obrolan gue sama si Putra kemarin, sukses membuat gue gak bisa tidur di malam harinya dan membuat gue sangat kelelahan mengikuti aktivitas sekolah hari ini.
Sialnya, pelajaran terakhir di hari ini adalah pelajaran olahraga. Kenapa coba, dari sekian banyak mata pelajaran, gue harus ketemu pelajaran olahraga di siang bolong begini.
Udah badan gue capek banget, kepala gue juga pusing gara-gara kurang tidur dan sekarang harus pelajaran olahraga. Yg paling parahnya lagi, kami disuruh bermain sepak bola.
Entah apa yg ada di dalam kepala guru olahraga gue itu. Kenapa dia menyuruh murid-muridnya bermain sepak bola di tengah teriknya matahari yg bisa bikin kepala mendidih ini.
Ini semua gara-gara si Putra yg asal ngomong tentang jatuh cinta kemarin. Kenapa sih dia bisa berpikiran sampai ke sana, padahal kan gue udah menjelaskan kalau gue cuma merasa gak enak doang sama Triana dan gue merasa canggung karena dia tau betapa culunnya gue pas SMP.
Lagi pula, gue ngerasa gak butuh cinta-cintaan lagi. Gue udah nyaman dengan kondisi kaya gini, dimana gue punya sahabat-sahabat yg menyenangkan dan bisa mengisi warna lain di kehidupan gue yg sebelumnya hitam putih.
Pas gue bilang kaya gitu ke si Putra, dia malah bilang kalau gue terlalu naif dan bertanya apakah gue mau terus jadi pengecut yg selalu terkekang oleh bayangan masa lalu.
Lagian kalau memang rasa itu ada, gue akan menguburnya dalam-dalam. Karena gue tau itu bisa...
"AWAS DON...!!!" Jerit seseorang yg entah dari mana.
Jeritan itu berhasil menarik gue kembali ke alam sadar dan membuat gue menoleh ke kanan dan kiri mencari asal suara tersebut. Tapi, pencarian gue itu terhenti ketika gue menoleh dan melihat bola sepak yg berada hanya sejengkal dari wajah gue.
Gue sukses bercumbu dengan bola itu dengan brutalnya. Alhasil, gue jatuh terduduk dan memegangi hidung kiri gue yg terasa perih dan mengeluarkan sedikit darah.
Astaga... Apakah ini pertanda sebagai kehadiran kembali sang dewi kesialan. Tapi anehnya gue tidak sedang berada disekitar wanita sekarang. Atau ini adalah ulah dewa kesialan yg cemburu berkat sang dewi kesialan yg selalu menghampiri gue?
Entahlah, kombinasi rasa sakit di kepala dan perih di hidung ini, membuat gue gak bisa berpikir jernih untuk sekarang.
Pelajaran olahraga itu pun di hentikan sejenak karena sang guru yg tadinya bertugas menjadi wasit, harus membopong gue ke ruang UKS.
Sisa jam pelajaran olahraga pun gue habiskan dengan berbaring di UKS sendirian sambil merenungi kebodohan gue yg melamun di tengah pertandingan sepak bola saat pelajaran olahraga tadi.
Bel yg bergema sebanyak lima kali, menandakan berakhirnya kegiatan belajar mengajar untuk hari ini.
Gue perlahan bangkit dari tempat tidur. Meski masih sedikit pusing, kondisi gue sudah jauh membaik setelah beristirahat sebentar di ruangan ini.
Ketika gue keluar ruangan itu, Yuki, Triana dan Putra berlari menghampiri gue. Mereka tampak terburu-buru kemari setelah pelajaran olahraga selesai, karena mereka hanya mengambil tas dan tidak mengganti pakaian olahraga mereka yg sedikit berkeringat.
"Lu gak apa-apa don?" Tanya Putra yg berhasil menghampiri gue duluan.
"Jangan maksain diri, lebih baik istirahat lagi aja di ruang UKS dan kita akan menemani kamu." Timpal Triana.
"Gak usah, gue udah mendingan kok sekarang." Balas gue.
"Lagian lu kenapa sih, bisa-bisanya ke hantam bola pas lagi olahraga?" Tanya Yuki.
"Hehehe, gue lagi ngelamun tadi." Jawab gue diakhiri tawa garing dan menggaruk bagian belakang telinga gue yg tidak gatal.
"Alasan bodoh apa lagi itu." Ledek Yuki yg membuat kami semua tertawa.
"Nih don tas lu, jadi kita bisa langsung pulang dan gak perlu ke kelas lagi." Ujar Putra sembari menjulurkan lengannya yg memegang ransel kesayangan gue.
"Makasih put." Balas gue simpel.
"Terus sekarang gimana?" Tanya Yuki.
"Hah, apanya yg gimana?" Tanya gue balik.
"Lu bisa pulang sendiri atau kita perlu mengantar lu sampai ke rumah." Jelas Yuki.
"Gak usah lah, hahaha." Jawab gue spontan.
"Gue udah baikan kok, gue bisa pulang sendiri. Jadi, kalian tidak perlu khawatir tentang gue." Sambung gue.
"Tapi wajah kamu masih kelihatan agak pucat don." Ucap Triana sembari mengulurkan tangannya hendak menyentuh wajah gue.
Tentu saja gue langsung reflek menepis tangannya itu. Hanya saja, gue tidak mengontrol kekuatan gue dan tidak menyadari bahwa gue menepis tangannya cukup keras, sehingga membuatnya mengaduh dan memegangi tangannya.
"Lu kenapa sih don?" Protes Yuki melihat aksi gue barusan.
"So... sorry na, gue kaget tadi." Ucap gue.
"Aku yg harusnya minta maaf karena sudah membuat kamu kaget." Balasnya.
"Aku hanya mau membersihkan sedikit darah yg ada di pipi kamu." Lanjutnya.
"Kelakuan lu aneh banget don. Ada apa sih sebenarnya?" Ujar Yuki.
"Aneh?... Aneh apanya, hahaha." Sanggah gue dan kembali tertawa garing.
Namun kali ini hanya gue sendirian yg tertawa. Yuki malah menatap gue dengan tajam, Putra masih dengan mimik wajahnya yg datar dan sedangkan Triana, dia tertunduk sambil memegangi tangannya.
Suasana ini kian menjadi canggung. Gue juga sempat berpikir, apa sih yg sedang gue lakukan ini dan kenapa reaksi dari mereka begitu kaku dan... Ahh, sudahlah.
"Sorry, mungkin ini efek dari hantaman bola tadi gue jadi aneh." Ucap gue.
"Jadi, gue cabut duluan ya. Gue mau lanjut istirahat lagi di rumah." Pungkas gue sambil mengambil langkah untuk pergi meninggalkan mereka.
Akan tetapi, tiba-tiba saja seseorang menggenggam tangan gue dan berhasil menghentikan langkah gue itu. Kemudian, ketika gue menoleh ke belakang.
Gue melihat Triana yg sedang menggenggam tangan gue dengan kedua matanya yg mulai sedikit digenangi air.
Tentu saja gue kaget bukan main melihatnya. Tatapan matanya itu seakan menembus ke dalam mata gue, seperti mengisyaratkan agar gue tidak pergi dan tetap berada disini.
Lewat tatapannya itu juga, gue seperti merasa bahwa dia punya segudang pertanyaan buat gue dan ingin menagih jawabannya langsung dari mulut gue.
Bagaimana ini?
Apa yg harus gue lakukan sekarang?
Mungkin dia merasa juga, kalau hubungan gue dengan mereka seakan semakin jauh. Apalagi, akhir-akhir ini gue seakan enggan berkumpul dengan mereka.
Setiap jam makan siang, gue selalu menghindari berkumpul di kantin dan menyendiri di kelas. Ajakan mereka untuk hangout ke Pillo Mall pun sering kali gue tolak.
Dan gue juga selalu mengalihkan pembicaraan atau menjawab asal saat dia bertanya sesuatu di kelas agar pembicaraan segera usai.
Mungkin dia sudah tak kuat menahan semua itu, sehingga kini dia menuntut penjelasan langsung dari gue, saat ini juga.
Tapi....
"Maaf na, pikiran gue lagi ngaco banget sekarang. Jadi, biarin gue sendiri dulu." Ucap gue sambil melepaskan genggaman tangannya dan melangkah pergi meninggalkan mereka.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Buat yg sudah mampir, semoga terhibur dengan ceritanya.
Dibantu vote, share dan komennya juga ya.
Terima kasih :)
![](https://img.wattpad.com/cover/300256162-288-k695468.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Highschool Story : Next Step
ChickLitSetelah berhasil memiliki warna-warni baru di kisah SMA bersama kawan-kawannya yaitu Putra, Triana dan Yuki. Kini, Donni akan segera mulai menjalani kisah di tahun ke 2 nya. Bagaimana kehidupan sang otaku ini sekarang, setelah bertemu dengan orang...