Kini gue sendirian di dalam kamar gue. Terbaring diatas kasur dan menatapi langi-langit kamar dengan masih berpakaian seragam sekolah. Gue gak menyangka perubahan ini akan sangat berpengaruh ke diri gue.
Karena setelah acara di rumah Triana beberapa minggu lalu, yg ternyata adalah pesta perpisahannya sebelum pergi ke australia itu, Triana malah semakin jarang berkumpul dengan kami di sekolah.
Dia selalu menolak sambil meminta maaf ketika diajak kumpul atau hangout bareng seusai sekolah. Alasannya selalu saja sama, dia ingin fokus belajar untuk persiapannya pindah sekolah ke australia.
Huuh... Entah apa itu benar adanya, atau hanya alasannya saja.
Tapi untuk apa dia melakukannya dan menjauhi kami semua.
Apakah dia sebenarnya merasa berat untuk meninggalkan kami?
Kalau memang begitu, kenapa gak menetap saja di sini dan gak perlu pindah ke australia.
Gue juga sempat menanyakannya langsung kepada Yuki, kapan tepatnya dia mengetahui Triana akan pergi ke australia.
Yuki menjawabnya kalau dia mengetahuinya saat liburan semester ganjil.
Ketika Yuki sedang menginap di rumah Triana dan tengah makan malam. Dia mengatakan bahwa papahnya Triana menelepon ke HPnya Triana.
Kemudian Triana membuat panggilan itu menjadi mode loud speaker, sehingga kakek dan neneknya bisa ikut mengobrol dengan papahnya.
Ditengah obrolan internal keluarga yg gak seharusnya di dengar Yuki itu, papahnya Triana mengatakan bahwa dia bertemu dengan temannya yg menjadi kepala sekolah di salah satu SMA di australia.
Kemudian, dengan nada yg riang gembira. Papahnya mengatakan bahwa temannya itu bisa membantunya agar Triana bisa pindah sekolah ke australia, tapi dengan catatan dia harus mengulur satu semester sebagai penyetaraan.
Jadi, Triana bisa memanfaatkan satu semester itu untuk membiasakan diri sekaligus belajar bahasa inggris agar bisa berkomunikasi dengan guru serta teman-teman sekolahnya nanti.
Setelah itu, Triana memohon pada Yuki untuk merahasiakannya dulu dari yg lain.
Awalnya Yuki menolak, namun Triana bersikeras dengan alasan akan mengatakannya langsung dan juga membuat pesta perpisahan untuk kita semua.
Makanya, setelah Yuki mengetahui bahwa gue memiliki perasaan kepada Triana. Dia langsung memaksa gue untuk segera mengungkapkannya saat itu juga, yg malah berujung menjadi kekacauan.
Sehingga, tampaknya Triana mempercepat pesta perpisahannya itu.
Yuki juga sempat menambahkan kalau ini adalah keberuntungan buat gue. Dia bilang gue masih punya sedikit waktu buat menyatakan perasaan gue ke Triana. Jadi, gue harus benar-benar memanfaatkannya dengan baik.
Tapi, kata-kata itu malah terdengar konyol buat gue.
Memanfaatkan sedikit waktu yg tersisa ini?
Buat apa?
Toh, dia juga akan pergi jauh. Pergi meninggalkan gue ke negara yg cuma gue tau namanya dan gak tau sama sekali tentang kehidupan, budaya, pergaulan dan bahkan bahasanya saja gue cuma bisa sedikit.
Lagi pula, kesimpulan kalau gue punya perasaan sama Triana kan cuma anggapannya si Yuki sama si Putra aja.
Bisa saja mereka salah mengira tentang gue.
Apalagi remaja jaman sekarang kan terlalu memuja-muja cinta yg menurut gue cuma omong kosong saja. Gue rasa perasaan gue tuh gak sedalam itu sama Triana.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Highschool Story : Next Step
ChickLitSetelah berhasil memiliki warna-warni baru di kisah SMA bersama kawan-kawannya yaitu Putra, Triana dan Yuki. Kini, Donni akan segera mulai menjalani kisah di tahun ke 2 nya. Bagaimana kehidupan sang otaku ini sekarang, setelah bertemu dengan orang...