-END-

5 3 2
                                    

Pagi ini aku bangun dengan menyisakan sedikit rasa lelah, setelah semalam aku harus mengemasi seluruh pakaian dan barang-barang bawaan ke dalam koper.

Aku mencoba mengusir rasa lelah itu dengan meregangkan tubuh ini.

Menurutku, nikmat meregangkan badan sehabis bangun tidur itu adalah nikmat yg tidak bisa tergantikan oleh apapun.

Setelah merapihkan tempat tidur, aku menguncir rambutku dan berjalan ke arah kamar mandi untuk menyegarkan diri sebelum memulai aktifitas hari ini.

Kalian pasti bingung kan, kenapa kebiasaan paginya tampak berbeda kali ini. Karena kalian sedang bersama Triana sekarang.

Kemana Donni?

Hhhmmm, entahlah. Mungkin dia masih tidur karena dia kan suka bermain game hingga tengah malam. Apalagi, sekarang sudah memasuki liburan semester.

"Na, ayo sarapan dulu. Semuanya sudah menunggu di meja makan." Ucap nenek ketika bertemu didepan kamar mandi.

"Iya nek, aku segera ke sana setelah mandi." Jawabku.

Setelah selesai mandi dan bersiap dengan pakaian rapih, aku menuju meja makan. Di sana sudah ada kakek dan nenek beserta kedua orang tuaku yg tengah menyantap sarapan pagi.

"Kita akan berangkat pukul 9.30 ke bandara. Kamu sudah menyiapkan seluruh barang keperluan kamu?" Tanya ayahku.

"Sudah..." Jawabku sambil menyuap roti panggang yg menjadi menu sarapan pagi kami.

Setelah waktunya tiba, kami berangkat menuju bandara dengan diantar oleh kakek dan nenek menggunakan mobil.

Dan sesampainya di bandara, aku terkejut melihat teman-teman sekelas aku sedang berkumpul untuk melepas kepergian ku ke australia.

Rasa senang bercampur haru, tiba-tiba meledak didalam hatiku. Aku bersyukur punya teman-teman sebaik dan se-perhatian mereka.

"Anaaa...." Panggil salah satu teman sekelas ku yg juga sahabat terdekat ku yaitu Yuki, yg langsung berlari menghampiri dan memeluk ku.

"Kenapa gak bilang sama gue sih kalau lu mau pergi hari ini." Sambungnya.

"Kalau bukan karena informasi dari bu lativa, kita semua gak akan tahu kalau lu mau berangkat hari ini." Pungkasnya.

"Maafin aku ki. sebenarnya, aku gak mau bikin kamu repot dan sedih kaya gini." Balasku.

"Kamu pikir, kalau pergi diam-diam, kamu gak akan bikin aku sedih?" Sanggahnya.

"Gue malah akan lebih sedih lagi, kalau gue gak bisa melepas kepergian sahabat gue dengan baik." Tambahnya.

Aku tersenyum mendengar perkataannya sambil mengelusi kepalanya. Sebenarnya aku yg merasa berat untuk pergi kalau sampai mereka melepas kepergian ku di bandara.

Tapi, mau bagaimana lagi. Semuanya sudah berkumpul disini dan kata-kata dari Yuki barusan cukup menguatkan aku dengan pilihanku yg sekarang.

"Donni mana put, aku gak melihatnya dari tadi." Tanyaku pada sahabatku satunya lagi yg bernama Putra, dia biasanya bersama Donni di saat seperti ini.

"Gue gak tau na. Gue aja baru sempat baca kabar dari bu lativa itu pagi tadi dan langsung bergegas ke sini." Jawabnya.

"Huuh, cowo bego itu selalu saja gak bisa diandalkan." Maki Yuki.

"Disaat penting kaya begini, dia malah gak hadir." Imbuhnya.

"Mungkin dia masih tertidur, setelah semalaman bermain game." Timpal ku.

"Ya gue tau, makanya gue bilang dia gak bisa diandalkan... Huuh." Balas Yuki yg diakhiri dengan helaan nafas berat.

"Ana, kamu sudah selesai berpamitannya?" Tanya mamahku.

"Kita harus segera masuk untuk check in pesawat, sekarang." Tambahnya.

"Iya mah, sebentar lagi aku menyusul ke sana." Jawabku.

"Tampaknya aku harus segera masuk ke dalam. Terima kasih ya buat kalian semua yg sudah menyempatkan waktunya, untuk salam perpisahan ini." Ujar ku.

"Terutama untuk kalian berdua." Tambah ku.

"Kamu benar-benar yakin akan pergi na." Ucap Yuki dengan nada pilu.

"Maafin aku ya ki, aku udah jadi teman yg jahat dan egois." Bisik aku sambil memeluknya untuk yg terakhir kali.

"Aku titip Donni ya sama kamu, kamu juga harus akur dengannya." Tambah ku.

"Karena aku harus pergi, kamu harus selalu ada di sisinya ya untuk menemani dia disini." Sambung ku.

Setelah selesai berpamitan dengan semuanya, termasuk ibu lativa yg sudah baik hati menyiapkan hadiah perpisahan yg indah ini. Aku melangkah masuk ke dalam bandara untuk check-in dan naik ke pesawat.

Setelah berada di dalam pesawat, aku memandang keluar lewat jendela. Mungkin ini akan menjadi kali terakhir, aku bisa memandangi daratan indonesia. Aku akan segera meninggalkan tanah air tercintaku ini dan memulai hidup di negri asing, bersama kedua orang tuaku.

Tentunya aku akan sangat rindu dengan segala macam hal tentang indonesia. Terutama dengan seseorang yg berhasil mencuri hatiku ini. Meskipun dia tidak hadir saat acara pelepasan tadi.

Aku juga tidak terlalu berharap, karena kehadirannya akan benar-benar bisa menggoyahkan keyakinanku untuk pergi meninggalkannya.

Tapi satu hal yg aku yakini, dia pasti sedang melepas kepergian ku dari jauh. Dari tempat yg tidak bisa dijangkau oleh mata, namun hati ini mampu menjangkaunya.

***

Gue tengah berdiri sambil berpegangan pada pagar. Entah sudah berapa kali gue membaca pesan yg dikirimkan oleh guru gue itu.

Isi pesannya itu adalah ajakan untuk melepas kepergian teman sekelas kami yg akan pergi ke luar negri di bandara pada pukul 9.30.

Sayangnya, seorang pecundang yg kalian kenal dengan nama Donni ini. Tentunya tidak akan sanggup untuk menghadiri acara itu.

Gue lebih memilih melepasnya kepergian teman sekaligus sahabat yg berhasil mencuri hati gue itu dari pinggir pagar bandara, dimana pesawat-pesawat itu take off dan terbang menuju angkasa.

Gue gak yakin, bisa menahan air mata dan merelakan kepergiannya, jika gue harus menghadiri acara pelepasannya itu.

Gue melirik ke arah penunjuk waktu yg melingkar di tangan kiri gue. ia menunjukan pukul 10.20, itu artinya dia sudah mengangkasa sekarang. Meski begitu, gue masih enggan untuk meninggalkan tempat gue berdiri itu.

Tiba-tiba saja ada sebuah mobil sedan keluaran mitshubishi berwarna hitam yg berhenti tidak jauh dari tempat gue berdiri.

Mobil itu menggaungkan klaksonnya dan kaca bagian penumpangnya terbuka perlahan, seakan mengisyaratkan gue untuk menghampirinya.

Ternyata orang yg mengemudikan mobil itu adalah ibu lativa. Dia menyuruh gue untuk masuk dan memaksa untuk mengantarkan gue pulang.

Kalau sudah seperti ini, gue gak punya pilihan lain selain menurutinya.

"Kenapa kamu gak masuk dan malah di pinggir pagar bandara aja don?" Tanyanya ketika mobil sudah melaju.

"Saya rasa, saya gak sanggup untuk melepas kepergiannya itu, kalau harus masuk ke dalam. Jadi, saya memilih melepas kepergiannya dari jauh saja." Jawab gue sambil melemparkan pandangan gue keluar jendela mobil.

"Enaknya masa muda..." Sahutnya.

"Padahal ibu sudah menantikan, drama apa yg akan terjadi di bandara tadi." Sambungnya.

Cih... Gue hampir aja lupa, kalau wali kelas gue ini adalah maniak drama. Untung saja gue gak memilih ikut acara itu, gue gak mau berakhir jadi korban fantasi liarnya tentang drama percintaan.

Gue pun memandang jauh ke jalanan yg ada didepan sambil berharap semoga perjalanan gue bisa semulus itu utuk bisa kembali bertemu dengan Triana.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Buat yg sudah mampir, semoga terhibur dengan ceritanya.

Dibantu vote, share dan komennya juga ya.

Terima kasih :)

Sampai bertemu di season 3.

My Highschool Story : Next StepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang