Rasa hangat dari pelukannya serta wangi parfume yg digunakannya membuat hati gue merasa tenang dan gue enggan untuk melepaskannya, seakan gue akan kehilangan dia, saat melonggarkan sedikit saja pelukan gue itu.
Dia masih saja mengelusi puncak kepala gue dengan lembut yg perlahan membuat isakan gue mereda.
"Kamu kenapa don?" Tanya Triana.
"Kenapa tiba-tiba kamu berkelakuan seperti ini." Lanjutnya.
"Gue gak mau lu ninggalin gue na." Balas gue.
"Kenapa lu harus pergi tiba-tiba begini. Bahkan lu gak mengatakan bahwa lu akan pergi besok." Sambung gue.
"Bukankah lu pernah mengatakan akan pergi saat lulus SMA nanti. Kenapa keputusan itu tiba-tiba saja berubah, sekarang." Lanjut gue.
"Aku sudah menjelaskannya kan, saat pesta perpisahan kemarin." Sahutnya.
"Tapi, lu bisa menolaknya kan dan tunggu sampai kita lulus nanti." Timpal gue.
"Atau lu juga bisa memilih tetap tinggal disini dan tidak perlu pindah." Tambah gue.
"Aku... Aku kangen berkumpul sama orang tua aku lagi don, aku kangen dengan mereka." Ujarnya sambil memeluk gue lebih erat lagi.
"Jadi, kamu akan melupakan dan membuang semua yg ada disini na?" Tanya gue.
"Lu mau melupakan semua kenangan kita?" Sambung gue.
"Gue benar-benar tidak mau lu pergi na. Karena gue sebenarnya..." Lanjut gue yg kini melepaskan pelukannya dan menatap kedua matanya.
Namun, ketika gue menatap kedua matanya yg mulai digenangi air mata. Kata-kata gue seakan menyangkut di tenggorokan dan tidak sanggup untuk melanjutkannya.
Gue pikir keputusannya untuk pergi hanya sebuah keegoisannya saja.
Akan tetapi, setelah melihatnya kini. Gue sadar kalau sebenarnya dia lah yg paling merasa tersiksa.
Gue mengutuki pikiran gue yg ternyata jauh lebih egois darinya.
"Kamu sebenarnya apa don?" Tanyanya dengan menahan isaknya dengan mengembangkan senyum miliknya itu.
"Sebenarnya... Sebenarnya gue udah jatuh cinta sama lu na." Ucap gue.
"Gue sayang sama lu, gue cinta sama lu dan gue gak mau kalau lu sampai hil..."
Tanpa sadar gue meluapkan semua emosi gue saat itu. Namun tangannya yg lembut menyentuh pipi gue dan mampu menahan gelombang emosi yg mengalir secara brutal dari dalam diri gue.
Dia menyeka air mata gue dengan ibu jarinya dan kemudian berkata, "Aku juga merasakan hal yg sama, dengan yg kamu rasakan sekarang, don." Balasnya.
"Aku juga sudah jatuh cinta sama kamu." Lanjutnya di akhiri dengan senyuman yg selalu membuat hati gue bergetar.
Perlahan-lahan gue mulai merasakan kehangatan di dalam hati gue, setelah mendengar kata-kata balasan darinya itu.
Gue sedikit merasa bahagia, setelah mengetahui bahwa rasa itu tidak hanya gue rasakan sendiri, namun terbalas olehnya.
Tapi, apakah itu semua menjadi berarti sekarang?
Apakah rasa yg sama ini hanya sekedar menjadi kata yg terucap dari mulut?
Karena pada kenyataannya, dia akan pergi meninggalkan gue. Pergi jauh ke negara asing yg, ahh...
Gue benci dengan kenyataan yg tersaji di hadapan gue ini.
"Kalau lu memang punya rasa yg sama dengan gue, lu jangan pergi ya na." Pinta gue sembari menggenggam tangannya yg tadi ada di pipi gue.
Dia menggeleng pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Highschool Story : Next Step
ChickLitSetelah berhasil memiliki warna-warni baru di kisah SMA bersama kawan-kawannya yaitu Putra, Triana dan Yuki. Kini, Donni akan segera mulai menjalani kisah di tahun ke 2 nya. Bagaimana kehidupan sang otaku ini sekarang, setelah bertemu dengan orang...