Sesampainya di rumah, gue langsung buru-buru menuju kamar. Enyak gue yg bertanya tentang tisu yg menyumpal hidung gue pun, tidak gue gubris. Pikiran gue seakan melayang dan terpaku pada kejadian di depan ruang UKS tadi.
Gue membanting badan gue di atas kasur. Perasaan gue amat sangat tidak nyaman. Gue meremas dada yg berdegup kencang sambil mengatur nafas, agar jantung gue yg sedang berontak ini bisa kembali tenang.
Sial...!!!
Gue merasa bersalah banget sudah melakukan hal buruk kaya tadi, terutama pada Triana. Padahal mereka hanya menghawatirkan gue dan berniat baik kepada gue. Tapi kenapa gue membalasnya dengan melakukan hal bodoh seperti itu.
Rasa bersalah dan gelisah, seakan melebur menjadi satu. Semakin gue memikirkannya, semakin gue merasa bingung dengan diri gue sendiri.
Apa yg harus gue lakukan untuk menyelesaikan masalah ini sekarang?
Gue kembali membuka mata gue dan merogoh saku celana untuk mencari HP gue. Menekan-nekan layarnya dan terhenti pada sebuah kontak Line bertuliskan nama 'Putra'.
Saat ini gue merasa sangat membutuhkan bantuannya. Tapi...
Apakah dia mau membantu gue sekarang?
Tadi saja, dia tidak bereaksi sama sekali ketika didepan ruang UKS.
Apa dia merasa kecewa juga dengan kelakuan gue tadi. Makanya dia yg biasanya bisa menenangkan suasana, malah diam saja dan tidak bereaksi sama sekali. Sepertinya, gue sudah bereaksi sedikit kelewatan.
Tapi, siapa lagi yg bisa membantu gue sekarang?
Di tengah dilema ini, gue hanya menatapi kontak Line si Putra. Entah sudah berapa menit berlalu dan gue masih saja merasa ragu untuk menghubunginya.
Tiba-tiba HP gue berdering dan membuat gue terkejut, hampir saja telepon genggam itu terjatuh dari tangan gue dan menghantam wajah gue.
Ternyata Putra menelepon gue. Tanpa ragu lagi gue langsung mengangkat panggilannya itu.
"Ha... halo put" Ucap gue ragu.
"Lama banget sih lu kaga nelepon-nelepon gue." Protes Putra dari sebrang telepon.
"Mmm... itu..."
"Pasti lu galau sambil berpikir gue mau bantu lu apa enggak kan don?" Potong Putra.
Sial, anak itu selalu tahu apa yg sedang gue pikirkan dan rasakan.
"Jadi gimana, lu butuh bantuan gue?" Lanjut Putra.
Gue menganggukkan kepala.
"Don, hey... Jangan diam saja." Maki Putra.
"Iya put iya, gue butuh bantuan lu. Kenapa malah marah-marah sih?." Protes gue.
"Lagian lu di tanyain bukannya jawab, malah diem aja." Balas Putra.
"Gue udah ngangguk put." Protes gue
"Gue mana bisa ngeliat lu ngangguk, bego...!!!" Putra kembali memaki.
"Eh... Iya ya, hehehe. Sorry put." Balas gue dengan tawa garing.
"Pliss put bantuin gue. Gue bingung mau gimana lagi sekarang." Lanjut gue.
"Jadi, apa yg bisa gue bantu sekarang?" Ujar Putra yg tiba-tiba ada di ambang pintu kamar gue sambil berpose sok keren sembari bersandar di pintu dengan telepon yg masih menempel di telinganya.
"Ngapain lu berlagak sok keren begitu?" Tanya gue.
"Gue emang keren kali, lu aja yg baru sadar." Balasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Highschool Story : Next Step
ChickLitSetelah berhasil memiliki warna-warni baru di kisah SMA bersama kawan-kawannya yaitu Putra, Triana dan Yuki. Kini, Donni akan segera mulai menjalani kisah di tahun ke 2 nya. Bagaimana kehidupan sang otaku ini sekarang, setelah bertemu dengan orang...