Chapter #7 - Balada Pillo Mall part 2

1 3 0
                                    

Gue dan Triana kini melangkahkan kaki untuk masuk ke 'Salario'. Namun, Secara tidak sengaja bahu gue bertabrakan dengan salah satu orang yg baru saja keluar dari tempat makan itu.

"Lihat-lihat dong kalau jalan." Maki orang yg bahunya tertabrak oleh gue.

"Maaf, maaf. Gue..." Ucap gue sembari menaik-nundukkan kepala gue dan berhenti mematung ketika melihat siapa orang yg tidak sengaja bertabrakan dengan gue itu.

Seorang wanita modis yg selalu berdandan sesuai dengan fashion yg sedang tren serta rambut panjang sepunggung dan riasan wajah ala artis TV yg selalu membalut wajahnya.

Orang itu adalah 'Lia'. Sang bidadari sekolah yg dulu pernah menghempaskan gue ke bumi dan memberikan goresan yg dalam di hati gue.

Sial...!!! Kenapa ada moment seperti ini?

Gue pikir dewi kesialan sudah bosan bermain-main dengan gue, karena akhir-akhir ini gue sudah jarang berurusan dengannya. Tapi entah kenapa, dia malah menghampiri gue lagi dan kini menjelma dalam bentuk nyata.

"Hee, lu Donni kan, masih ingat sama gue gak?" Tanyanya dengan nada menghina.

Mana mungkin gue bisa melupakan wajah manisnya yg ternyata menjadi sumber kesakitan dalam hati gue.

"Lu mau nongkrong di Salario?, bukannya lu lebih seneng main ke toko boneka kartun?" Ledek Lia yg diakhiri gelak tawanya bersama dua temannya yg selalu menemaninya sejak gue mengenalnya.

"Apa lu baru aja beli boneka baru dan berkhayal mau ngedate sama boneka baru lu itu, disini?" Ledeknya lagi, dibarengi suara tawa yg semakin keras.

Sial, mulut gue seakan terkunci dihadapannya. Gue hanya bisa menunduk dan menelan semua cemoohan yg dilemparkannya ke gue.

Rasanya ingin sekali gue meluapkan amarah yg bergejolak di dalam hati ini. Namun, sifat pengecut yg ada di diri gue selalu menghalangi niat gue itu dan tanpa sadar membuat tangan gue terkepal erat dan bergetar.

"Kamu kenal sama mereka don?" Ucap Triana sembari menggenggam tangan gue yg gemetar dan membuat tawa menjengkelkan itu terhenti mendadak.

Aksinya itu terasa seperti oase di tengah padang gurun yg mampu menuntaskan rasa dahaga para musafir yg kehausan.

Emosi yg tadinya meluap, kini bisa mereda dengan cepat. Gemetar di tangan gue pun hilang seketika, saat dia menggenggam tangan gue dan memberikan nikmat kesejukan di hati gue.

"Iya, gue temen SMP-nya Donni." Jawab Lia ketus.

"Siapa dia don, majikan baru lu?" Lanjut Lia sambil memperhatikan Triana dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Sorry, maksud kamu apa ya?" Tanya Triana.

"Waahh, baik banget ya don majikan kamu yg sekarang." Ujar Lia, diakhiri dengan tawa menjengkelkannya.

"Maaf ya, aku gak ngerti maksud kamu. Aku juga gak tau ada apa dengan kamu dan Donni di masa lalu. Tapi aku harap kamu gak ganggu Donni, karena dia kelihatannya gak nyaman." Pinta Triana pada Lia.

"Emangnya hubungan kalian apa?" Sindir Lia dengan nada bicara yg menjengkelkan.

Triana tiba-tiba menggandeng lengan gue dengan erat dan membuat tubuh kami saling berdekatan. Gue bahkan sampai bisa mencium aroma parfum yg dipakainya dengan jelas.

"Dengan begini kalian harusnya paham kan, bagaimana hubungan kami." Timpal Triana.

Aksinya itu, entah kenapa membuat jantung gue berdegup cepat. Seakan ada rasa hangat yg mengalir ke dalam hati gue dan perlahan mengisinya dan membuat gue merasakan sesuatu yg tidak bisa gue gambarkan dengan kata.

"Maksudnya kalian pacaran?" Tanya Lia masih dengan nada menghinanya.

"Tentu saja, Donni adalah pacar aku. Jadi, aku minta kalian gak usah mengganggu dan berurusan dengan Donni lagi." Perintah Triana.

"Heeh, kok mau sih pacaran sama pecundang kaya dia?" Ledek Lia entah yg sudah ke berapa kalinya.

"Donni bukan pecundang!" Tegas Triana.

"Kalau kamu menganggapnya begitu, sudah pasti kamu belum mengetahui apa-apa tentang dia sama sekali." Lanjutnya.

"Gue sangat kenal sama pecundang ini, yg hobi mengkoleksi boneka dan main game di dalam kamarnya sendirian." Ejek Lia, sambil menunjuk-nunjuk wajah gue.

"Jadi, lu gak usah sok munafik deh. Lu cuma mau manfaatin pecundang itu buat kebutuhan lu kan?" Sambungnya.

"Stop...!!!. Lu boleh menghina gue, tapi jangan hina Triana." Gue akhirnya berhasil membuka mulut gue.

"Dia bukan wanita brengsek yg cuma bisa memanfaatkan orang lain demi kepentingan dirinya sendiri kaya lu." Sindir gue.

"Udah lah li, kita tinggalin aja mereka." Ajak Salah satu teman Lia yg dari tadi sibuk menekan-nekan layar iPhone-nya.

"Iya yuk, buang tenaga doang mengurusi mereka." Timpal teman satunya lagi yg memakai bando kuning dan menjinjing tas gucci.

"Iya juga sih. Bye pasangan pecundang. Silahkan menikmati waktu kalian yg gak berguna itu." Ujar Lia, diakhiri tawa menjengkelkannya dan kini melangkah pergi bersama teman-temannya.

"Kamu gak apa-apa don?" Tanya Triana yg tampak khawatir sambil mengusap bahu gue yg lengannya masih dalam gandengannya.

"Gu... gue gak apa-apa." Jawab gue gugup.

"Yaudah yuk kita masuk kedalam. Kamu pasti sudah lapar sekali kan?" Ajaknya.

"Hhhmm... i... iya... ayo, Tapi..." Kata-kata gue seakan menyangkut di tenggorokan.

"Tapi apa?" Tanya Triana dengan wajah polosnya yg membuat jantung gue semakin berdegup cepat.

Sial, apa-apaan sih ini. Kenapa gue jadi ngerasa canggung dan deg-degan begini sih.

Dan lagi...

"Ki... kita... ma... mau gandengan sampai kapan?" Tanya gue yg sudah gak berani menatap Triana dan berusaha menyembunyikan wajah gue yg hampir memerah berkat rasa canggung yg di akibatkan olehnya.

"Eh... iya, maaf don." Seru Triana tiba-tiba.

Mungkin dia terlalu terbawa perannya tadi sehingga sampai lupa bahwa masalahnya sudah selesai.

"Ma... maafin aku ya don." Ucap Triana sembari membungkukkan padannya di hadapan gue dan justru membuat kami menjadi sorotan orang-orang yg lewat disekitar kami.

"Eh... itu... anu..." Gue gelagapan.

Duh, bagaimana ini. Gue bingung bagaimana caranya untuk bersikap. Namun, ketika mengingat bahwa Triana tadi sudah berani menolong gue, gue merasa harus berterima kasih padanya.

"Udah na, angkat kepala lu. Gue yg harusnya bilang Terima kasih ke lu. Bukannya malah lu yg minta maaf ke gue." Ucap gue seraya memegang kedua lengannya dan membantunya mengangkat kepalanya.

"Jadi, kamu gak marah don?" Tanya Triana.

"Marah, kenapa gue harus marah?" Tanya gue balik.

"Soalnya... Aku udah ngaku-ngaku jadi pacar kamu tadi di depan temen kamu. Kamu pasti malu kan, kalau orang kaya aku gini tiba-tiba ngaku yg aneh-aneh didepan teman kamu." Jelasnya dengan wajah tersipu.

"Kita bahas di dalam aja yuk, kayanya kita jadi perhatian orang-orang lewat disini." Ajak gue.

Akhirnya kami pun masuk ke dalam Salario untuk menghindari tatapan mata-mata pelanggan lain yg penasaran dengan adegan tadi.


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Buat yg sudah mampir, semoga terhibur dengan ceritanya.

Dibantu vote, share dan komennya juga ya.

Terima kasih :)

My Highschool Story : Next StepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang