"Huuh, Ternyata lu se-pengecut itu ya don."
Suara milik seorang wanita itu tiba-tiba saja bergema di kamar gue. Tentu saja gue kaget bukan main. Gue tahu betul siapa pemilik suara itu dan segera mencari keberadaan sosoknya.
Ternyata, suara itu berasal dari HP milik Putra yg di loud speaker saat menelepon Yuki.
Huuh, untung saja hanya panggilan telepon yg di loud speaker dan bukan Yuki yg tiba-tiba hadir di kamar gue. Kalau dia benar-benar dia datang, tentu saja akan kembali membuat enyak gue heboh nantinya, seperti saat Triana datang berkunjung beberapa waktu lalu.
"Heh don, dengerin gue ya. Pokoknya besok kita harus mengadakan pertemuan rahasia di cafe dekat sekolah." Perintah Yuki dari sebrang telepon.
"Tapi ki..." Sanggah gue.
"Gak ada alasan. Pokoknya gue tunggu di sana sepulang sekolah. Titik!." Balas Yuki sambil mengakhiri perbincangan dan menutup teleponnya.
Gue menatap ke arah Putra untuk meminta penjelasan darinya, Tapi Putra hanya menaikan bahunya saja. Huuh, Sepertinya gue harus menuruti perintah si Yuki kalau sudah begini.
***
Pulang sekolah di keesokan harinya, gue Yuki dan Putra berkumpul di cafe yg sudah dijanjikan kemarin. Sepuluh menit pertama di lalui dengan keheningan.
Putra sedang sibuk dengan HPnya, sedangkan Yuki sedang asik memutar-mutar sedotan di dalam gelas miliknya. Perasaan gue semakin tidak enak berkat kesunyian yg tercipta ini.
"Jadi... Apa tujuan kita berkumpul disini?" Ucap gue mencoba memecah keheningan.
"Haah?" Sahut Yuki dibarengi tatapan sinisnya ke gue.
"Yg punya masalah itu kan lu don. Jadi, kita lagi nunggu lu ceritain semua masalahnya sekarang, supaya kita bisa bantu menyelesaikannya." Lanjut Yuki.
"Gue rasa masalah ini cuma salah paham sedikit dan hanya masalah kecil. Gue cuma perlu waktu sebentar untuk minta maaf dan semua akan kembali seperti semula." Balas gue.
"Jadi, gak usah terlalu dibawa serius gini ki." Lanjut gue.
"Hanya masalah kecil?" Sahut Yuki sembari menarik kerah baju gue.
"Gak usah dibawa serius kata lu?" Lanjutnya dengan nada yg penuh emosi.
"Terserah lu mau menganggapnya bagaimana." Sambungnya sambil melepaskan cengkeramannya di kerah baju gue.
"Mungkin menurut lu ini hal sepele. Tapi buat gue yg melihatnya menangis karena merasa bersalah sama lu, dengan mata gue sendiri. Jelas gue merasa ini bukan masalah kecil." Pungkasnya.
"Di... Dia merasa bersalah ke gue?" Ucap gue.
"Tentang apa?" Sambung gue.
"Justru itu yg gue mau tau dari lu. Apa yg sebenarnya terjadi di antara kalian?" Ujar Yuki dengan tatapan tajamnya yg seakan menusuk masuk ke dalam mata gue.
"Triana gak cerita sama lu ki?" Tanya gue.
"Huuh, kalau dia cerita, buat apa gue repot-repot memaksa lu membuka mulut sekarang." Jawabnya santai.
"Eh, jadi gue..."
"Udah don, sebaiknya lu cerita ke kami. Siapa tau kami bisa membantu meluruskan dan menyelesaikan masalah antara lu sama Triana don." Timpal Putra.
Sial, kenapa si Putra malah ngedukung Yuki. Padahal dia kan tau, karena gue udah cerita ke dia sebelumnya. Tapi, tatapan tajamnya si Yuki, membuat gue sulit untuk mengelak lagi dan pada akhirnya gue memutuskan untuk bercerita pada Yuki.
Gue hanya menjelaskan, setelah Triana menolong gue ketika mendapat masalah dengan murid dari SMP gue dulu di Pillo Mall, malah berimbas membuat gue menjadi canggung ketika bersamanya.
Entah kenapa gue merasa deg-degan dan reflek melakukan hal bodoh seperti saat merayakan ulang tahunnya tempo hari. Hal itu lah yg membuat gue merasa tidak nyaman dan berusaha untuk menjauh dulu sementara waktu ini.
"Gue hanya mau menenangkan diri dulu sejenak, agar pikiran gue lebih jernih dan..."
"Lu ada perasaan sama Triana?" Potong Yuki.
"Ha?" Sahut gue yg terkejut dengan reaksi Yuki. Kenapa gak si Putra dan gak si Yuki, selalu berkesimpulan kalau gue ada perasaan suka atau semacamnya kepada Triana.
"Iya, lu suka sama Triana kan?" Timpal Yuki.
"Ng... gak mungkin kayanya ki." Balas gue.
"Huuh, sudah gue duga kalau lu pecundang yg gak berani mengakui perasaan lu sendiri." Sahut Yuki.
"Tunggu... Kenapa sih kalian berdua beranggapan seperti itu?" Protes gue.
"Emang apalagi jawaban logisnya don, selain kalau lu sedang jatuh cinta sekarang?" Tanya Putra.
"Eh... Itu... Ee..." Jawab gue bingung.
"Huuh... Gue kasihan sama Triana. Kenapa sih dia bisa suka sama pecundang kaya lu?" Ujar Yuki.
Tentu saja kata-kata Yuki itu membuat gue kaget bukan main.
"Ma...Ma... Maksudnya... Apa ki?" Tanya gue.
"Pecundang ya pecundang don." Balas Yuki.
"Seorang yg pengecut yg gak berani melakukan sesuatu, bahkan untuk mengakui dirinya dan perasaannya aja gak berani. lu itu kaya gitu, makanya gue sebut lu pecundang." Lanjutnya.
"Bukan, bukan itu. Gue udah biasa disebut pecundang, jadi gue tau betul artinya." Sahut gue.
"Yg gue maksud tuh, lu bilang kalau Triana suka sama pecundang kaya gue." Sambung gue.
"Lu cuma lagi becanda atau salah ngomong barusan kan ki." Lanjut gue.
"Sumpah ya don, lu tolol banget." Maki Yuki.
"Jadi, maksudnya gimana?" Tanya gue bingung.
"Lu tanya sendiri aja sama Triana sana." Perintah Yuki.
"Hah, gak mungkin lah. Mana berani gue nanyain itu langsung ke orangnya. Itu sama aja kaya gue nembak dia kalau begitu." Balas gue.
"Lagi pula, gue lebih nyaman sahabatan kaya gini. Jadi, begini saja udah cukup buat gue." Lanjut gue.
"Emang apa sih yg lu takutkan don?" Tanya Putra.
"Ya, gue gak berani aja." Sahut gue.
"Lu takut ditolak don?" Tegas Yuki.
"I... iya itu salah satunya. Lagian, gue gak yakin kalau Triana ada rasa sama orang kaya gue." Jawab gue.
"Padahal Yuki udah ngasih bocoran barusan kalau Triana tuh juga punya perasaan yg sama ke lu don." Timpal Putra.
"Jadi, buat apa lu ragu lagi?" Sambungnya.
"Gue gak yakin omongan Yuki bisa dipercaya." Sahut gue.
"Heh, bego. Seharusnya, yg diragukan itu keberanian diri lu yg cuma segede kacang ijo itu." Maki Yuki sambil menjewer telinga gue.
"Mana buktinya kalau omongan lu gak meragukan?" Pinta gue.
"Sini HP lu...!!!" Perintah Yuki.
Gue pun mengeluarkan HP dari kantong celana gue dan dengan segera di sambar oleh Yuki. Entah apa yg ingin dilakukannya terhadap HP gue itu.
Dia tampak sibuk menekan-nekan layar HP gue itu selama beberapa menit.
Dan akhirnya...
"Nih lihat." Seru Yuki.
Sebuah kolom chat yg bertuliskan tentang permintaan maaf, serta ajakan untuk pergi ke Pillo Mall besok sepulang sekolah. Orang yg berbalas pesan itu pun menyetujuinya dengan diakhiri tanda titik dua dan kurung tutup.
Dan orang yg Yuki kirimi pesan lewat HP gue itu adalah... Triana.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Buat yg sudah mampir, semoga terhibur dengan ceritanya.
Dibantu vote, share dan komennya juga ya.
Terima kasih :)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Highschool Story : Next Step
ChickLitSetelah berhasil memiliki warna-warni baru di kisah SMA bersama kawan-kawannya yaitu Putra, Triana dan Yuki. Kini, Donni akan segera mulai menjalani kisah di tahun ke 2 nya. Bagaimana kehidupan sang otaku ini sekarang, setelah bertemu dengan orang...