Chapter #8 - Balada Pillo Mall part 3

1 2 0
                                    

Kini kami tengah duduk didalam salario. Suasana terasa sangat hening dan terasa canggung karena tidak ada satu dialog pun yg keluar dari mulut kami, meski sudah beberapa menit berlalu. Mungkin ini efek dari kejadian di depan tempat makan ini tadi.

Gue berusaha berfikir mencari obrolan, untuk memecahkan kecanggungan ini.

"Anu..." Ucap gue dan Triana berbarengan dan membuat kami slaing terkejut.

"Kamu aja don yg ngomong duluan." Usul Triana.

"Eh nggak usah, lu aja duluan." Timpal gue.

"Kamu aja don. Pembicaraan aku gak penting kok." Sahut Triana.

"Sama kok, pembicaraan gue juga gak penting. Lebih baik lu aja yg bicara duluan." Ucap gue yg membuat kami berakhir dalam keheningan lagi.

Duh, kenapa malah jadi gini sih. Udah kaya cerita drama di anime aja.

"Sebenernya..." Seru kami kembali berbarengan yg akhirnya membuat kami tertawa dan cukup sedikit mencairkan suasana.

"Yaudah deh aku yg ngomong duluan ya."  Ucap Triana.

Gue menyetujuinya dengan anggukan kepala.

"Sebenernya, aku mau minta maaf atas kelakuan aku yg tadi." Kata Triana membuka percakapan.

"Aku malah mengaku-ngaku jadi pacar kamu dan merangkul kamu seenaknya. Jadi, aku minta maaf ya buat itu." Sambungnya.

"Habisnya aku reflek karena mendengar temen SMP kamu itu bicara seenaknya saja. Aku sangat kesal mendengarnya dan tanpa sadar aku melakukan itu semua." Lanjutnya.

"Nggak kok lu gak salah, jadi lu gak perlu minta maaf sama gue. Justru harusnya gue yg berterima kasih sama lu." Timpal gue.

"Terima kasih ya, lu mau menolong dan melindungi gue, bahkan sampai harus berpura-pura jadi pacar gue, hanya demi menolong gue dari cemoohan mereka." Sambung gue.

"Bahkan lu juga sempet ikut kena cemoohan mereka yg menjijikan itu. Gue minta maaf ya, harus membuat lu ada diposisi yg tidak menyenangkan kaya tadi." Pungkas gue.

Hal tadi memang sangat menyebalkan buat gue. Entah kenapa dewi kesialan yg sudah lama tak muncul, merasa ingin sedikit memberikan kejutan ke gue lewat aksinya mempertemukan gue dengan wanita brengsek yg paling gue benci yg bernama Lia itu.

"Gak apa-apa kok, mereka aja yg gak bisa melihat sisi baik kamu dan sepertinya mereka memanfaatkan kamu seenaknya ya dulu?" Tanya Triana.

Gue menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan.

"Cewe bernama Lia itu adalah orang yg paling gue benci saat SMP. Gue juga enggan buat mengingat betapa menjijikkan kelakuannya dulu." Tutur gue.

"Entah kenapa, gue bisa dipertemukan kembali olehnya di moment seperti ini. Mungkin dewi kesialan sedang ingin bermain-main sama gue sekarang." Lanjut gue.

"Memang apa yg dulu dia lakukan sama kamu don?" Tanya Triana lagi yg tampak penasaran.

Gue kembali menghembuskan nafas berat sambil menatap ke arahnya.

Gue ragu,

Apakah ini saat yg tepat untuk menceritakan kisah kelam di SMP gue kepada orang selain Putra?

Apakah gue bisa mempercayainya?

Atau dia malah akan merasa jijik dengan pecundang kaya gue?

"Kalau kamu merasa tidak mau menceritakannya karena merasa terlalu berat dan malas untuk mengingatnya, juga tidak apa-apa kok." Ucap Triana.

"Tapi, kalau kamu butuh tempat untuk bercerita agar melegakan hati dan meringankan pikiran, aku selalu siap buat membantu kamu." Lanjutnya di akhiri senyumnya yg terasa menghangatkan hati.

Gue menundukan kepala gue dan memejamkan mata. Semua pertanyaan yg meragukan hati, kembali berputar di dalam benak gue.

Tapi, tiba-tiba saja gue mengingat perkataan Putra tentang mereka yg begitu percaya dan mau menceritakan tentang latar belakang mereka ke gue.

Gue jadi sedikit merasa curang ketika mereka sudah terbuka sama gue, tetapi gue masih menutup diri pada mereka.

Kalau seperti ini terus, mereka pasti akan merasa ragu dengan persahabatannya dengan gue. Karena gue pun akan berpikiran seperti itu, jika gue ada di posisi mereka.

Gue kembali menarik nafas dalam dan perlahan mengangkat kepala gue, serta menatap Triana tepat di kedua bola matanya.

"Baiklah, Gue akan menceritakan kisah gue di SMP." Ujar gue mengawali cerita.

Gue pun akhirnya menceritakan semuanya kepada Triana. Mulai dari gue yg berusaha mencari pacar dan ditolak secara tragis oleh banyak perempuan.

Kemudian cerita gue bertemu Lia yg awalnya dia terlihat seperti malaikat yg menolong gue dari keterpurukan, namun itu hanya ada di dalam benak gue saja.

Ternyata Lia adalah iblis yg menyamar sebagai malaikat. Dia hanya memanfaatkan gue untuk mendapat nilai bagus untuknya dan teman-temannya, ketika ada ujian.

Gue juga bercerita kalau Lia lah yg menghancurkan kehidupan SMP gue. Ketika gue menyatakan cinta kepadanya, dia dan teman-temannya malah menghina gue di depan seisi kelas.

Berkat kepopulerannya di sekolah, membuat berita tentang gue menyatakan cinta padanya menjadi topik hangat, apalagi bagian dia merendahkan gue dengan menolak dan menghina gue secara kejam.

Hal itu membuat satu angkatan di sekolah ikut mencemooh gue karena menganggap seorang pecundang kaya gue, berani kurang ajar dengan menyatakan cinta kepada dewi pujaan sekolah.

Triana tampak memperhatikan semua cerita gue itu dengan wajah datar. Sepertinya dia gak mengira kalau orang yg baru saja dibantunya itu adalah seorang pecundang.

Mungkin saja sepulang dari sini dia akan memberi tahu Yuki dan mengajaknya menjauhi gue, serta tidak sudi lagi berteman dengan gue seperti yg dulu dilakukan murid-murid lain di SMP gue.

Tapi biarlah, semua sudah terlanjur terucap dan gue siap menerima semua resikonya.

Tapi, tiba-tiba saja...

"Kamu yg sabar ya don." Ucap Triana dengan senyumnya.

"Aku yakin kamu bisa mendapatkan yg lebih baik dari mereka. Lagi pula, sekarang kan ada aku, ehm... kami yg akan selalu ada di sisi kamu." Sambungnya.

"Jadi kamu jangan sedih lagi ya." Pungkasnya, sambil mengelus punggung  tangan gue dan menggenggamnya erat.

Gue cukup kaget dengan reaksinya itu dan gue kembali merasa sesuatu yg aneh di dalam batin gue yg membuat jantung gue berdetak tidak karuan, seperti saat dia merangkul tangan gue tadi.

Sang pelayan yg datang membawa pesanan kami cukup mengejutkan gue. Membuat gue reflek menarik tangan gue yg digenggam Triana dan berakhir menyenggol gelas yg ada di meja dan membuatnya tumpah.

Kemudian, ketika hendak mengangkat gelas itu. Tangan gue bersentuhan dengan tangan milik Triana yg juga ingin mengangkat gelas itu dan membuat gue kembali reflek menarik tangan gue yg malah berakhir dengan menyenggol rak sendok dan membuat semuanya semakin berantakan.

Sang pelayan sedikit tersenyum melihat kelakuan gue itu dan menyarankan kami pindah ke meja lain yg lebih bersih. Gue pun meminta maaf pada pelayan itu dan beberapa temannya yg membersihkan kekacauan yg gue buat itu.

Astaga...!!!

Apa sih sebenarnya yg gue lakukan.

Kenapa gue malah merasa canggung gak karuan kaya gini?


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Buat yg sudah mampir, semoga terhibur dengan ceritanya.

Dibantu vote, share dan komennya juga ya.

Terima kasih :)

My Highschool Story : Next StepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang