Jangan lupa follow Secrettaa.
Ig : @aleeeeeeeee_0019
🌻HAPPY READING🌻
_
__
"Bibi, olang lumah pada kemana?" Sebuah suara dengan nada cadel berhasil mengagetkan sosok berumur yang awalnya begitu fokus dengan peralatan masaknya.
"Astaghfirullah Non, ngagetin aja sih."
Perempuan dengan baju berwarna kuning serta rambut yang dihiasi jepitan bunga itu hanya menyengir. Menampilkan deretan gigi yang rapi.
Dia adalah Arika Angelina, seorang gadis polos yang cadel serta pecinta pisang dan warna kuning. Anak bungsu dari pengusaha properti sukses dan desainer ternama, Angkasa Riko Darma serta Lina Magenta.
"Bibi lucu. Alika jadi pengen kagetin telus," celutuknya seraya mengambil satu buah pisang di atas meja makan. "Kok pisang Alika tinggal dua Bi?"
"Kan Non Arika makan terus pisangnya, jadi ya tinggal dua doang atuh," jelas sang asisten rumah tangga bernama Bi Siti itu.
Yang diberi penjelasan justru tengah sibuk menikmati pisang kesukaannya. "Hehe ... Alika lupa Bi. Alika pelgi nyali pisang sama jajan dulu ya. Bibi jangan bilang sama siapa-siapa, oke? Dadah Bibi!"
Arika bergegas pergi dari dapur dengan kedua tangan yang terlihat membawa dua buah pisang sisanya tadi. Langkah kaki mungilnya tampak lihai berlari menjauh dari dapur. Takut jika Bibi yang sedang memasak itu dapat mengejarnya.
"Eh, Non Arika jangan pergi sendiri!" Benar saja, Bi Siti mengejarnya dengan sebelah tangan membawa spatula.
Arika menoleh, menatap Bi Siti seraya tersenyum ceria. "Nggak pa-pa Bi. Alika sebental doang kok. Assalamualaikum, Bi."
"Waalaikumsalam. Hati-hati, Non!"
Pada akhirnya Bi Siti tidak dapat mengejar anak majikannya yang selalu bertingkah di luar kepala itu. Ia menghela napas berat, lalu menggelengkan kepala seraya kembali melangkah menuju dapur.
Sedangkan sang pembuat onar telah berhasil keluar dari rumah. Berjalan santai dengan mulut yang tidak berhenti menikmati pisangnya.
"Huh tinggal satu lagi. Alika simpen aja deh, nanti kalo udah beli banyak. Balu makan lagi. Sabal ya pisang, nanti kamu dapat gililan kok," ucap Arika pada buah pisangnya yang tinggal satu itu dan memasukkannya ke dalam tas kecil miliknya.
"Janet kapan sembuhnya, sih! Alika lindu make Janet."
Sepanjang jalan menuju supermarket yang jaraknya lumayan jauh itu, mulut Arika tidak berhenti berbicara. Padahal uang di dalam tasnya lumayan banyak, tetapi ia lebih memilih berjalan kaki. Saat di depan pagar rumahnya pun tadi sudah ditawari oleh sang supir untuk diantar saja, tetapi Arika malah menolaknya. Jalanan yang lumayan sepi tidak membuat gadis itu ketakutan. Ia terlihat santai berjalan dengan sesekali menendang bebatuan kecil di pinggir jalan yang berserakan.
"Nah 'kan benel, kaki Alika itu udah sembuh. Buktinya sekalang jalan jauh sama nendang batu bisa, dan nggak sakit lagi. Ayah sama Bunda nggak pelcaya sih," gerutunya seraya menunduk menatap kedua kaki mungilnya.
Namun, seekor hewan tidak terduga datang menghampirinya. Berdiri tepat di depan kaki mungilnya. Seraya menatap wajah Arika yang kebingungan.
"Huh, males banget bagi pisang ke kamu. Pisang Alika tinggal satu doang tau, tapi ... ya udah deh. Nih, ambil! Cepat gede ya, monyet." Arika akhirnya memberikan buah pisang yang tadinya ia simpan pada monyet kecil itu meski sedikit tidak rela.
KAMU SEDANG MEMBACA
What should we do?
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan singkat di lampu merah justru menjadi awal kisah mereka. Hanya sebuah plester dengan motif dino, tapi Arjuna justru jatuh cinta untuk pertama kalinya. Bukan pada plester nya...