22 | SEMUA PERLU JEDA

3.4K 344 68
                                    

UDAH SIAP BUAT BACA PART INI?

SPAM EMOT 🍌 DULU YAA

KALIAN BACA INI JAM BERAPA?

PERASAAN KALIAN HARI INI BAGAIMANA?

APA YANG BUAT KALIAN SENYUM DAN BAHAGIA/SEDIH HARI INI?

Follow wp Secrettaa
Instagram @aleeeeeeeee_0019
Tiktok @authorta

🌻HAPPY READING🌻

Di dalam kamar yang dominan berwarna abu biru itu, tampak seorang laki-laki yang terlelap dengan kompres penurun panas di dahinya. Sesekali ia bergumam, bahkan merintih kesakitan. Tidak ada tanda-tanda bahwa ia akan membuka mata, setelah semalaman terus saja menyebut nama Arika dalam tidur lelapnya.

Arinda yang tidak pernah keluar dari sana hanya menatap sendu sang putra. Tangannya yang lembut dengan telaten terus mengusap rambut Arjuna, memberikan ketenangan. Berharap lewat usapan dan bisikannya mampu membuat Arjuna sadar. Ini memang bukan pertama kalinya ia dihadapkan dengan keadaan seperti ini.

Arjuna yang tiba-tiba demam dan merasakan sakit sampai berhari-hari, lalu besoknya seperti tidak ada yang terjadi. Sebenarnya ini umum terjadi di setiap orang bukan hanya Arjuna, tapi entah kenapa Arinda merasa janggal.

"Gimana, masih belum bangun juga, ya?" Gino yang baru masuk ke dalam kamar itu menatap istrinya yang hanya menggeleng lemah, memberi jawaban atas pertanyaannya.

Gino memeluk sebentar Arinda, lalu mengusap bahu rapuh itu. "Kamu makan dulu ya, dari semalam jagain Arjuna terus. Aku nggak mau kamu ikutan sakit."

"M-mas, Arjuna sakit gini, gimana kalau a--iya aku nggak bakal lanjutin ngomong." Arinda yang awalnya ingin mengatakan apa yang terus berkeliaran di kepalanya, langsung urung ketika mendapat tatapan tak bersahabat sang suami.

"Stop ngebahas hal yang nggak aku suka." Final Gino dengan nada suara tegas yang sepertinya sangat jarang ia perlihatkan pada sang istri.

Sadar bahwa lagi-lagi ia salah berbicara, Arinda hanya mampu berdiam diri dan bergumam maaf tanpa berani menatap wajah itu.

"Dia terlalu keras kepala, sampai sakit kayak sekarang cuma karena perempuan." Gino beranjak dari duduknya, berjalan menuju keluar kamar karena sebentar lagi ia akan pergi bekerja. "Ayo kita makan."

Dengan tergesa Arinda ikut beranjak, meski tidak tega meninggalkan Arjuna sendirian pada akhirnya ia harus keluar juga.

"Berhenti natap suami kamu dengan tatapan takut. Mas bukan monster."

Arinda gelagapan dan lekas menampilkan senyuman, "Enggak kok, Mas. Siapa yang takut sih. Yuk, sarapan dulu."

Keduanya melangkah menuju ruang makan dengan Arinda yang sesekali menatap kamar sang putra, takut Arjuna di dalam sana kenapa-kenapa.

"Nanti juga dia sembuh, kamu tenang aja ya. Jangan banyak pikiran," nasehat Gino menatap  lembut istrinya yang hanya dibalas senyuman.

"Ayo makan Mas, nanti kamu telat."

Sarapan pagi itu hanya ditemani dengan sepi dan riuhnya isi kepala Arinda. Perempuan itu bahkan terlihat hanya memakan sedikit nasi nya, terlihat jelas bahwa ia tidak berselera.

Gino sadar apa yang membuat istrinya seperti sekarang, tapi ia juga tidak ingin Arinda kembali membahas hal yang menurutnya sudah tidak perlu dibahas.

Setelah selesai sarapan, Arinda mengantar Gino ke depan rumah. Merapikan pakaian suaminya, tak lupa juga memberikan senyuman terindah.

What should we do? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang