21. Sonya Terbunuh

167 14 0
                                    

Karin melempar bom dan melangkah menutup telinganya saat terdengar suara ledakan, napasnya turun naik dan tubuhnya sudah di basahi oleh keringat. Karin mengalihkan pandangannya pada rekan satu timnya, dimana saat ini dirinya harus menjadi Kapten karena Sonya tidak ada disana.

"Apa lagi yang harus kita lakukan?"

"Kita harus menyusul yang lain," jawab Roy. "Kita tak bisa terus berdiam diri disini"

"Ya, tapi bagaimana caranya melewati mereka semua?"

"Akh, misi yang sulit"

Karin mengusap wajahnya secara kasar ternyata cukup sulit menjadi seorang Kapten yang harus memimpin sekaligus mengarahkan para rekannya. Jelas Karin tak pernah menginginkan posisi itu. "Kita maju saja"

"Kau gila? Aku tak mau mati sia-sia"

"Aku juga tak mau, tapi kita harus bagaimana lagi. Apakah kau punya cara lain?"

Roy tak bisa berkata ataupun menjawabnya, dia menghela napas panjang karena memang tak bisa mengatakan hal apapun. Memang keputusan yang begitu sulit di kala suara ledakan dan tembakan terus terdengar bersahutan di telinga mereka.

"Ada apa dengan kalian?"

Karin dan yang lainnya langsung mengalihkan pandangannya pada sumber suara. Sonya berdiri disana sambil memegang erat pedangnya. Karin pun tersenyum dan langsung memeluk Sonya begitu erat. "Kau kemana saja, Sonya?"

"Apakah ini saatnya untuk bertanya?"

Karin melepaskan pelukannya, sahabatnya yang satu ini memang terlalu dingin dan sulit untuk di bawa bersuka cita. Karin menghela napas panjang lalu melepaskan lencana dari dadanya. "Pakailah. Aku tak sanggup memakainya terlalu lama"

Sonya pun menerima lencana itu dan langsung memakainya. Kini dia sudah siap 100 persen untuk maju ke medan perang.

"Ikat dan lipat rambut mu," kata Roy sambil berdiri di sampingnya dengan posisinya yang benar-benar siap. "Jangan sampai satu helai pun terpotong karena Komandan akan sangat marah"

"R-roy?"

Roy melihat kearah Sonya sambil tersenyum. "Kami percaya padamu, Kapten"

Sonya tersenyum--- untuk pertama kali rekan-rekannya melihat senyuman Sonya yang memang menjadi satu hal yang begitu langka. Sonya menyiapkan pedangnya dan menatap kearah musuh-musuh yang menuju kearahnya mereka semua. "Dalam hitungan ketiga.... Satu, dua, tiga. Serang!!"

Empat orang maju, dan yang empat lagi menembaki dari belakang sambil tetap melindungi diri masing-masing. Sonya mengayunkan pedangnya dan menebas satu persatu Monster itu, kepala bergelimpangan di bawah mereka dan cipratan darah pun mengenai pakaian juga tubuh mereka. Roy dan Sinta memang the best couple, mereka berdua selalu kompak dan saling menjaga saat satu sama lain menyerangnya.

"Karin, kau bisa menghadapi mereka?"

"Bisa, Kapten"

Sonya pun tersenyum. "Baiklah, kita bertemu di depan gerbang"

Karin terangguk lalu kembali menembaki musuh-musuhnya. Sonya berlari sambil mengibaskan pedangnya, tak perduli walaupun cipratan darah mengenai wajahnya.

"Ma-mana Komandan?" tanya Sonya saat mendapati Kaesang dan Candra tapi tidak dengan Edward, Jack, ataupun Haris.

"Dia masuk," jawab Kaesang. "Kami sudah mencegahnya tapi mereka memaksa"

"Ah gegabah," Sonya menghela napas panjang, saat itu juga Sinta, Roy, Karin, dan beberapa temannya datang kesana. Sonya pun melihat kearah mereka semua dan pandangan matanya berhenti tepat pada Karin. "Karin, sangkaan kita selama ini benar. Celine..."

SECRET ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang