01. Tie

534 155 401
                                        

Bunyi klakson terus berdengung masuk ke indra pendengaran semua orang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bunyi klakson terus berdengung masuk ke indra pendengaran semua orang. Selalu begitu dan seterusnya akan begitu, sebagaimana siklus hidup manusia dalam dunia yang fana ini.

Gadis itu tersenyum sembari menyapu pandang pada jalanan padat pagi ini. Suasana yang begitu ramai dan penuh sesak. Kedua matanya menyipit, dari kejauhan terlihatlah kuda besi yang sebentar lagi melewatinya. Sang kuda yang sangat berarti baginya dan bagi sebagian orang, mungkin.

Ia melambaikan tangan bermaksud untuk menghentikan laju sang kuda.

"Maaf Neng, agak sempit rame soalnya," jelas laki-laki berjaket itu. Tangannya sibuk menggenggam erat beberapa lembar uang penghasilan hari ini. Seakan hanya uang itu yang ia punya.

Gadis itu tersenyum sebelum mengangguk dan berkata. "Nggak apa-apa, Pak, udah biasa,"

Laki-laki itu mengangguk lantas memberi akses untuknya masuk, berbaur dengan berbagai macam manusia di sana.

Seketika bau solar bercampur oksigen yang tidak seberapa di dalam angkot itu berhasil memenuhi penciumannya. Sebuah suara batuk menarik perhatian beberapa orang yang menatapnya aneh. Padahal setiap hari selalu menggunakan angkutan ini, tapi mengapa perut dan badannya selalu kalah. Ya, dia sangat mudah sekali mabuk perjalanan, yang bisa ia lakukan sampai saat ini hanyalah menahan.

Berusaha beberapa saat sampai kuda besi itu berhenti tepat di depan gerbang sekolah. SMA Bakti Pelita, sekolah berbasis swasta ini menjadi salah satu pilihannya untuk mengenyam pendidikan menengah ke atas. Walaupun masih swasta namun, semua sarana dan fasilitasnya sangat mendukung. Apalagi siswa siswinya yang setiap bulan tidak pernah absen memborong piala kejuaraan dari berbagai perlombaan.

"Dine..."

Panggilan itu sangat familiar di telinganya, ia lantas menoleh dan mendapati seorang gadis yang baru saja keluar dari mobil mewah. Tas punggung yang kecil sangat pas di tubuhnya ditambah lagi sepatu berwarna putih cerah yang terlihat mahal semakin membuatnya menawan.

Dialah Dima Thalia Putri, putri tunggal dari pasangan pembisnis sukses di kota ini. Tiba-tiba ia tersadar, selama ini ia selalu bersama dengan orang sepenting dan sebaik Dima. Dia satu-satunya teman yang ia punya di sini.

Dia menggandeng tangannya lalu berjalan bersama menuju kelas. Pagi itu Dima seperti biasa, bercerita panjang lebar hingga ia sedikit kesulitan memahaminya. Sampai satu bahasan yang cukup menarik perhatian.

"Mama sama Papa berantem terus, Dine, gue cape," keluhnya dengan nada sedih.

Ia tertegun mengusap bahunya agar sedikit tenang. "Jangan mikir aneh-aneh dulu, mungkin mereka emang lagi banyak masalah, Dim,"

Dima mengangguk namun air mukanya masih sama. Sedikit lesu dan tidak ada semangat lagi.

"Gue cuma mau sama-sama terus, gue sayang banget sama mereka,"

Diorama Nadine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang