28. Falling Love, I Think...

78 52 16
                                    

Hari Senin, sebagian orang mungkin membenci hari itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari Senin, sebagian orang mungkin membenci hari itu. Hari di mana apapun di mulai, dari yang sekolah mulai masuk lagi, yang bekerja juga mulai aktif lagi, dan lain sebagainya.

Tak terkecuali kegiatan rutin Senin pagi, apalagi kalau bukan upacara bendera. Entah mengapa pagi ini cahaya matahari sangat terik. Dima sudah kembali masuk dan sekarang ia sedang sibuk menggerutu akibat pancaran sinar matahari yang begitu menyengat.

"Diem, Dim, bentar lagi kelar kok," gertak Nadine membuat Dima langsung diam. Nadine tidak kuat mendengar keluhan Dima yang semakin menjadi.

"Gila lo, lima belas menit lagi, njir. Lo bilang bentar," sewot Dima.

Nadine mendengkus. "Udah, diem dulu makanya."

Dima mengerucutkan bibir, jujur saja ia sudah tidak kuat menahan rasa panas yang membakar tubuhnya.

Upacara itu masih berjalan sekitar tiga puluh lima menit, masih ada beberapa menit lagi menuju usai.

Sistem barisan yang di terapkan di SMA Bakti Pelita adalah perempuan dan laki-laki di pisahkan. Namun masih dalam jarak dekat.

Saat ini Dima dan Nadine berada di barisan tengah sehingga penglihatannya masih bisa menjangkau beberapa siswa laki-laki di sana.

Dima melayangkan pandangan pada kaum putra itu, tatapannya jatuh pada sepasang mata yang juga menatapnya. Dia adalah Andra.

Di tempatnya berdiri, laki-laki itu mengangkat sudut bibirnya. Ia bahagia Dima sudah kembali masuk sekolah.

Beberapa saat kemudian instruksi dari pemimpin upacara membuat semua orang bersorak. Akhirnya upacara usai, keringat mulai membasahi seragam putih mereka.

Semua berdesakan dan mengakibatkan kerumunan yang menyesakkan. Dima dan Nadine juga sudah terpisah sedari tadi. Tubuhnya yang kecil membuatnya terombang-ambing dalam lautan manusia itu.

Dima berusaha keluar dari kerumunan itu namun belum sampai ia mendapat tempat yang lengang, pergelangan tangannya di tarik oleh seseorang. Membuatnya mau tak mau mengikuti langkahnya.

Wajahnya belum terlalu terlihat namun, yang jelas dia adalah laki-laki.

Keduanya sampai di depan aula, mereka sama-sama mengatur napas yang tidak beraturan. Dima mendongak menatap orang di depannya. Gadis itu terkejut terlihat jelas dari dua matanya.

"Lo-..."

Benar sekali, siapa lagi kalau bukan Andra yang sekarang malah tersenyum menampilkan giginya.

Baru saja Dima akan membuka mulut, tangannya di tarik lagi oleh Andra. Mereka masuk ruang aula yang kosong itu.

"Lo apa-apaan, sih-...

Grepp...

Andra memeluk Dima erat, seperti tidak ingin kehilangan gadis itu. Andra semakin mengeratkan pelukannya. Dima hanya diam di tempat, tidak ada pergerakan apapun darinya.

Diorama Nadine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang