Bukan kisah ketua geng motor dengan gadis cantik, bukan kisah ketua OSIS yang memiliki banyak penggemar, bukan pula kisah most wanted yang menjadi rebutan. Ini adalah kisah dua orang manusia biasa yang sedikit rumit karena kemustahilan yang ada.
Man...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Syukurlah, ternyata bener rumah lo," ucap Fathur sembari menghela napas lega. Pasalnya, sedari tadi ia memutari kompleks itu dan tidak kunjung menemukan rumah Nadine.
Sudah tiga rumah ia datangi dan semua itu bukan kediaman gadis itu.
"Duduk dulu, Kak. Masih hujan juga," Nadine mempersilakan Fathur untuk duduk kemudian ia berbalik ke dalam dan tak lama keluar lagi dengan secangkir teh hangat di tangannya.
"Emang kakak nggak nanya orang tadi?" tanya Nadine heran.
Dia menggeleng. "Nggak ada orang, lo tahu sendiri kan kompleks lo sepi banget,"
Nadine mengangguk pelan. "Iya juga sih,"
"Oh iya, di minum, Kak," ucap Nadine menyodorkan cangkir itu lebih dekat dengannya.
"Hmm, oke," jawabnya.
Gerakan Fathur yang tengah menikmati teh hangat itu tidak luput dari pandangan Nadine. Diam-diam ia menahan napas sejenak, menatap laki-laki itu lamat-lamat.
Sejak kapan pun ia tidak pernah membayangkan duduk di samping seorang laki-laki yang sedang meminum teh. Ia terlalu lemah untuk mengerti itu semua, ia juga baru mengalami perasaan kagum sebesar ini hanya pada laki-laki yang kini meletakkan cangkir itu.
"Manisnya pas, gue suka," ungkapnya dan terdapat ketulusan yang Nadine dengar.
Gadis itu masih sibuk menatap Fathur yang duduk dengan ponsel di tangannya. Entahlah sampai detik ini ia belum mengetahui apa yang ia lakukan dengan ponselnya. Setiap kali mereka bertemu atau kesempatan apapun itu, sebuah ponsel tidak lupa ia mainkan.
Nadine hanya penasaran, sebatas ingin tahu saja ada apa di dalam benda pipih itu. Terkadang ia juga sempat melihat Fathur tersenyum senang ketika melihat ponselnya, begitu bahagia hingga Nadine merasa bimbang.
"Nana, kok bengong?" Fathur menjentikkan jari di depan wajah Nadine.
"Eh- enggak kok, jadi gimana, Kak, masih hujan," tanya Nadine sambil mengumpulkan kembali kesadarannya.
"Tunggu bentar lagi, ya, soalnya gue butuh banget bunga itu," ungkapnya dan Nadine mengangguk mengiyakan.
Sore itu mereka habiskan dengan mengobrol ringan, sembari menunggu hujan reda mereka semakin akrab. Sudah tidak ada rasa canggung antar keduanya. Fathur yang notabene memiliki sikap friendly tidak terlalu sulit dalam mengakrabkan diri dengan Nadine.
Gadis itu juga memiliki vibes positif dan siapapun itu akan betah jika berlama-lama berbincang dengannya. Pembawaannya yang tenang menjadi poin utama bagi gadis itu. Ia juga mampu mengimbangi arah pembahasan Fathur, padahal mereka adalah orang asing yang tidak sengaja bertemu belum lama ini.
Nadine bangkit dari duduknya kemudian mendongak menatap langit yang sudah cerah kembali. Terlihat burung-burung mulai beterbangan kesana kemari. Hembusan angin sore yang menyejukkan seketika menyentuh pori-pori kulitnya.