Nadine sampai rumah dalam keadaan kacau. Matanya sudah merah dan bengkak. Beruntung orang tuanya sudah terlelap. Ia masuk dengan perlahan agar tidak ada yang tahu tentang keadaannya.Sesampainya di kamar, Nadine kembali menangis, ia keluarkan semua kedukaan itu. Semakin ia menangis semua memori tentang Fathur kembali terputar di otaknya.
Dia harus tahu diri, dia harus melupakan laki-laki itu. Ia berjalan di depan cermin, melihat pantulan dirinya yang sangat menyedihkan.
Gue sayang banget sama Fathur, Dine.
Nadine berusaha mengenyahkan pikiran itu, kepalanya terasa berat sekarang.
Tenang aja, Dine, gue jamin setelah ini nggak bakal ada salah paham lagi, gue bakal kasih tahu Fathur buat berhenti mengenal lo, boleh kan?
Demi apapun Nadine ingin berteriak sekencang mungkin, mengelurkan isi hatinya yang berupa rasa sakit tak berkesudahan itu.
"Nadine lemah, Tuhan, maafkan Nadine," gumam gadis itu dan kembali menangis.
Nadine berada dalam titik terendah, ia rasa menangis tidaklah cukup untuk saat ini.
Tubuhnya luruh ke lantai, ia bersandar di sisi ranjang. Rambut sebahu yang tadi ia sisir rapi kini sudah tak berbentuk lagi.
"Kenapa sesakit ini, Tuhan," rintih Nadine di tengah tangisannya. Ia menepuk dadanya bermaksud menghilangkan rasa sakit itu namun hanya tidak berdampak apa-apa.
Malam ini ia tidak mampu memejamkan mata. Pikirannya melayang kemana-mana.
Di tengah lamunannya tatapan Nadine tidak sengaja mendongak dan mendapati sebuah topi yang menggantung di sudut kamarnya.
Topinya cocok di lo.
Nadine kembali terisak, dadanya perih mengingat memori itu yang kembali terputar di pikirannya.
Ia meraih tas yang ia lempar sembarang arah dan mengeluarkan ponselnya. Menghidupkan benda itu dan ternyata banyak sekali panggilan juga pesan yang masuk.
Dua belas panggilan dari Andra juga lima panggilan dari Fathur. Tangannya beralih ke nomor yang bertuliskan 'Kak Fathur' itu. Tanpa pikir panjang, Nadine menghapus nomor itu dalam sekali tekan.
Bukankah Alana memintanya untuk tidak mengenal Fathur dan Nadine sedang berusaha akan hal itu.
Ya, dia harus mampu melakukan permintaan Alana.
Ia memilih membaringkan tubuhnya, seketika rasa lelah itu sedikit berkurang karena pertemuan antara punggung dan kasur. Ia mencoba memejamkan mata, berusaha untuk menenangkan pikirannya yang sangat kacau.
Sementara di lain tempat, Dima dan Andra masih sibuk berdebat.
"Kenapa lo suruh pergi, gue belum selesai-...
KAMU SEDANG MEMBACA
Diorama Nadine [END]
Roman pour AdolescentsBukan kisah ketua geng motor dengan gadis cantik, bukan kisah ketua OSIS yang memiliki banyak penggemar, bukan pula kisah most wanted yang menjadi rebutan. Ini adalah kisah dua orang manusia biasa yang sedikit rumit karena kemustahilan yang ada. Man...