Sementara di lain tempat, Dima merasakan paginya sedikit berbeda. Saat ini ia sedang makan pagi dengan kedua orang tuanya namun, keadaan semakin hari semakin membaik. Terutama hari ini yang membuat Dima tidak bisa melepas ukiran senyum di bibirnya."Kamu kenapa senyum-senyum kayak gitu?" ucap sang mama menangkap keanehan pada putrinya.
"Nggak apa-apa kok, cuma lagi seneng," ucap Dima santai.
"Papa anterin ke sekolah, ya," tawar sang ayah dan dengan cepat Dima mengangguk. Ia terlampau bahagia pagi ini.
Dima menyudahi acara makannya, ia menarik napas dalam dan menghembuskannya. Gadis itu menatap kedua orang yang sudah berjas rapi itu dengan lekat.
"Mama sama papa lagi sibuk banget, ya?" tanyanya.
Sang mama menggeleng sementara ayahnya mengangguk. Dima bingung harus mempercayai siapa.
"Yaudah kalo-...
"Kamu mau apa?" tanya sang ayah terdengar sangat tajam. Layaknya seseorang yang sangat ingin menyudahi pembicaraan mereka.
"Nggak jadi," putus Dima pada akhirnya.
Sang mama mendelik ke arah suaminya, seolah berkata 'kamu keterlaluan'. Dengan tatapan seperti itu Dima langsung mengerti.
"Kenapa sayang, hm?" tanya mamanya dengan lembut.
"Sebenarnya Dima mau liburan bareng, udah lama juga kan kita nggak keluar," ungkapnya dengan nada sedih.
Ayahnya menghela napas, ia meletakkan sendok dan garpunya lantas menoleh ke arah Dima, yang di tatap hanya mengerjap.
"Kamu mau kemana, Dim?"
Dima tersenyum senang, akhirnya kalimat yang ia tunggu-tunggu terdengar juga.
"Dima mau ke Austria, Pah,"
Sang ayah mengangguk sekilas ada senyuman yang juga terbit di bibirnya. "Kita kosongin waktu buat atur rencana ini," ucapnya menatap istrinya lekat.
Dalam hati Dima bersorak bahagia. Ia akan menggunakan moment ini dengan sebaik-baiknya. Jujur, ia rindu dengan keluarganya yang hangat seperti dulu.
"Iya, Pah, udah kan, seneng nggak?" tanya sang mama.
Dima mengangguk cepat dengan senyum manis yang terukir di bibirnya.
Mereka melanjutkan acara makan pagi itu, sebelum deringan ponsel di saku Dima membuatnya terkejut. Siapa juga yang sepagi ini menghubunginya.
"Halo,"
"Selamat pagi Tuan Putri," sapa orang di seberang sana.
Dima mengernyitkan dahi lantas melihat nomor sang penelepon. Ternyata nomor asing yang tidak ada di buku kontaknya.
Tanpa berpikir panjang ia mematikan sambungan itu. Manusia cenayang yang lagi-lagi menganggunya. Ya, sejauh ini ia sudah hapal bagaimana suara manusia itu. Padahal baru saja moodnya naik drastis tapi sekarang ia sudah kembali memburuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diorama Nadine [END]
Fiksi RemajaBukan kisah ketua geng motor dengan gadis cantik, bukan kisah ketua OSIS yang memiliki banyak penggemar, bukan pula kisah most wanted yang menjadi rebutan. Ini adalah kisah dua orang manusia biasa yang sedikit rumit karena kemustahilan yang ada. Man...