Bukan kisah ketua geng motor dengan gadis cantik, bukan kisah ketua OSIS yang memiliki banyak penggemar, bukan pula kisah most wanted yang menjadi rebutan. Ini adalah kisah dua orang manusia biasa yang sedikit rumit karena kemustahilan yang ada.
Man...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Gimana kalo konsep yang udah kita buat kita rancang lagi, gue mau acara ini lebih simpel dan nggak buat para donatur ngerasa bosen," ucap Nadine.
Semua orang menyimak pendapat gadis itu. Saat ini mereka menekuni proposal yang akan di ajukan kepada para donatur terkait pelaksanaan penyuluhan antar komunitas.
Acara bulanan yang tidak pernah absen mereka adakan.
"Tapi, apa nggak sebaiknya pake rencana awal ini aja, lagian agendanya juga nggak terlalu padat," ucap seorang laki-laki yang bernama Farhan itu.
Nadine menggeleng cepat. "Kalo gue sih jangan pake yang itu, lo tahu sendiri kan gimana argumen donatur tentang acara ini nanti," ucap Nadine semua mata tertuju padanya.
"Acara ini juga yang nentuin Taman Cinta bakal di lirik atau enggak sama mereka," lanjutnya dengan penuh penekanan. Gadis itu menutup lembar proposal karena telah selesai membaca hingga halaman terakhir.
"Di sini gue cuma menyayangkan jika rancangan sebagus ini nggak di realisasikan, bukannya kita udah buat ini dari awal dan bakal menyukseskan acara ini," balas Farhan.
Nadine mengangguk mengerti. "Iya, gue paham, tapi apa salahnya buat rancangan baru yang lebih besar persentase keberhasilannya," sahut Nadine.
Hening.
"Oke," Farhan menghela napas seraya bangkit bersamaan dengan melepas jaketnya dengan kasar. Laki-laki itu sedang menahan gejolak di hatinya. Tidak ingin membuat masalah ia memilih pergi dari rapat itu.
Laki-laki itu mengeluarkan motornya dari area parkir dan melajukan dengan kecepatan tinggi. Nadine yang menyaksikan itu meneguk salivanya dengan sulit. Ia sedikit keterlaluan kali ini, dan ia baru menyadari hal itu.
Tidak dapat di pungkiri semua mata kini tertuju padanya. Jika tidak merasa bersalah, Nadine benar-benar tidak tahu diri. Tak terkecuali Bayu yang menatap Nadine dengan tajam.
Akhirnya rapat tersebut tetap di lanjutkan, dengan berjalannya waktu keadaan canggung itu sudah mulai kondisional. Semua itu berkat Bayu Pramana yang lihai dalam memahami sesuatu.
Walaupun sore itu belum menemukan kata mufakat namun, tetap saja rasa kekeluargaan itu sangat terasa. Itulah yang Nadine rasakan saat ini, ia menyesal karena sudah terbawa suasana atas masalah pribadinya.
Dalam pikiran Nadine saat ini hanya ucapan Fathur siang tadi yang terus terngiang-ngiang di telinganya.
Seharusnya ia pulang, tidak menghadiri rapat di Taman Cinta ini jika hanya membuat masalah baru. Pikirannya semakin bercabang kali ini.
Rapat selesai dan semua orang membubarkan diri. Gadis itu bangkit dan menuju depan gerbang rumah itu. Ia mengedarkan pandangan berharap Farhan kembali namun, itu semua hanyalah sekadar harapan.
Tidak ada tanda-tanda kedatangan laki-laki itu. Perkataannya tadi mungkin melukai hati Farhan, sadar atau tidak namun itulah yang terjadi.
Kita tidak bisa memprediksi bagaimana tutur kata kita tersampaikan atau tidak. Tidak sedikit orang yang malah berpikir dan menyimpang dari maksud kita.