Alana sudah sadar dari tidur panjangnya, kedua orang tuanya juga sudah ada di samping gadis itu.Sebelum sepasang mata itu terbuka, Alana memanggil nama Fathur dengan rintihan. Detik berikutnya Alana terbangun dalam keadaan menangis.
"Kamu kenapa, sayang?" tanya sang mama khawatir.
Alana masih terus terisak, ayahnya juga sudah mengelus lembut surai anak gadisnya.
"Fathur, Ma, Lana nggak mau kehilangan dia," lirihnya dengan suara parau. Ia kembali terisak.
"Kamu ada apa sama dia? Semua aman, kan?"
Alana memeluk mamanya dengan erat, gadis itu belum selesai menangis. Bukannya berhenti, tangis Alana semakin menjadi.
Merasa ada yang tidak beres, mama Alana mengode suaminya untuk menghubungi Fathur. Laki-laki itu langsung paham dan keluar ruangan.
Dengan tergesa ia mencari nomor Fathur dan menghubunginya.
"Iya, Om,"
"Kamu dimana sekarang,"
"Masih di sekolah, Om, ada apa ya, Alana baik-baik aja, kan?"
"Om minta kamu ke sini sekarang, ada yang perlu Om bahas sama kamu,"
"Iya, Om, Fathur ke sana,"
Sambungan itu terputus dan Fathur dengan cepat memacu motornya melesat ke rumah sakit. Mungkin inilah hari membingungkan bagi laki-laki itu. Sepertinya orang tua Alana sudah mengetahui akar masalah yang sebenarnya.
Sesampainya di sana, Fathur melihat keadaan Alana yang kacau. Berpuluh-puluh lembar tissue yang sudah terpakai berserakan hampir memenuhi ruangan.
Fathur terkejut saat pandangannya jatuh pada Alana yang kedua matanya bengkak dan sedikit merah. Ia yakin jika gadis itu baru saja menangis.
"Kalian berdua ada apa?" tanya mama Alana yang baru masuk.
Fathur menoleh menatap wanita itu lalu beralih menatap Alana yang sejak tadi tidak melakukan kontak mata dengannya.
Fathur memutar otak, apakah ini waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya. Ia ingin masalah kesalahpahaman ini segera berakhir. Ia juga tidak ingin mengakhiri hubungan yang sudah terjalin satu tahun lebih itu hanya karena masalah sepele seperti ini.
Fathur menarik napas dalam dan menghembuskannya. Ia bersiap untuk menjelaskan semua.
"Sebenarnya-...
"Kita nggak ada apa-apa, iya, kan?" potong Alana cepat membuat Fathur bingung.
Dari satu matanya, Fathur bisa melihat jika Alana mengajaknya bekerja sama. Ia seakan memaksa Fathur untuk mengatakan 'iya' dan mengangguk.
"I- iya, Tante," jawab Fathur pada akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diorama Nadine [END]
Fiksi RemajaBukan kisah ketua geng motor dengan gadis cantik, bukan kisah ketua OSIS yang memiliki banyak penggemar, bukan pula kisah most wanted yang menjadi rebutan. Ini adalah kisah dua orang manusia biasa yang sedikit rumit karena kemustahilan yang ada. Man...