05. Psychic

162 112 59
                                    

Nadine membenamkan kepala pada lipatan lengannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Nadine membenamkan kepala pada lipatan lengannya. Menghadap ke samping kiri namun tidak mendapati sahabatnya di sana. Ya, Dima tidak masuk hari ini dengan alasan demam karena berusaha mempertahankan acara mogok makan.

Pagi-pagi sekali Dima mengiriminya pesan jika ia tidak masuk hari ini. Ia masih tidak habis pikir dengan gadis itu, bisa-bisanya seharian tidak makan. Orang normal mana yang tidak jatuh sakit.

Rencananya pulang sekolah nanti ia akan menengok gadis itu. Sungguh, ia tidak bisa tenang jika belum melihat keadaannya secara langsung.

"Guys, pumpung Pak Bambang dateng telat gimana kalo kita nyusun rencana buat study tour besok," celetuk seseorang dari arah pintu, sepertinya ia baru saja dari ruang guru. Terlihat ada beberapa lembar kertas yang entah berisi apa di tangannya. Dia adalah Ara, ketua kelas 11 MIPA 2.

Sontak semua setuju, namun tidak dengan Nadine yang menegakkan badannya sembari mengulas senyum getir. Pembahasan yang sama sekali tidak ia harapkan.

"Gih, mulai aja!" ucap seorang gadis dari tempatnya duduk.

"Oke, gue susun kelompoknya dulu, ya," Ara mulai menuliskan nama-nama teman sekelasnya di papan berwarna putih itu.

Semua menyimak dengan serius mengingat bagaimana pentingnya acara yang akan di mulai besok pagi itu. Nadine hanya bergeming di tempat, ingin hati ia keluar untuk menghindari pembahasan ini. Namun ia tetap setia duduk manis di sana, walaupun jika dilewatkan tidak apa-apa.

"Oh iya, semua ikut, kan?"

Nadine kembali meradang, telinganya tidak salah dengar. Pertanyaan itu memang hanya spontanitas saja namun sayang, Nadine menangkapnya terlalu dalam.

Ia bimbang antara mengangkat tangan atau tidak. Pasalnya, setiap agenda ini diadakan ia tidak pernah absen untuk tidak ikut acara ini. Apa teman-temannya melupakan satu fakta tersebut.

"Gue nggak ikut," jawab Nadine, ia mengangkat tangannya rendah.

Nadine bersuara layaknya sebuah instruksi sakral hingga membuat semua orang berhasil bungkam. Detik berikutnya bisikan-bisikan pun terdengar. Dari tempatnya duduk ia merasa asing. Semua orang memperhatikannya namun, ia berusaha tetap tenang. Hatinya bergejolak ingin sekali menghentikan berbagai spekulasi yang berada di kepala mereka.

"Kok nggak ikut sih, Dine, lo kan pinter,"

Ia masih terdiam. "Nggak semua orang pinter bisa dapet segalanya," batinnya memberontak.

"Sekali-kali ikut lah, Dine. Masa setiap tahun cuma dua kali nggak bisa,"

Terdengar biasa saja namun, sangat menusuk di hati kecil gadis itu. Ia mengalihkan pandangan berusaha keras untuk tetap tegar.

"Lo nggak cape, ya, buat makalah dan cari referensi terus?" cetus seorang gadis berbadan agak gemuk itu. Ia menatap Nadine sinis.

Memang sebegitu pentingnya acara study tour ini, selain karena tujuan wisata mereka juga di haruskan untuk membuat laporan. Sementara Nadine sudah hampir ketiga kalinya membuat laporan tanpa objek langsung. Ia hanya mengambil sebagian informasi dari laman internet saja.

Diorama Nadine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang