Bukan kisah ketua geng motor dengan gadis cantik, bukan kisah ketua OSIS yang memiliki banyak penggemar, bukan pula kisah most wanted yang menjadi rebutan. Ini adalah kisah dua orang manusia biasa yang sedikit rumit karena kemustahilan yang ada.
Man...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ke rumah sakit Permata?" tanya Dima heran. Saat ini ia ke rumah Nadine, berniat mengajaknya keluar namun ia tidak mendapati Nadine di rumahnya.
Setelah berpamitan Dima pergi ke rumah sakit Permata menyusul sahabatnya itu.
"Ngapain tuh anak ke rumah sakit?" monolognya sembari menghidupkan mesin mobilnya.
Namun apa yang terjadi, mobil itu tidak mengeluarkan suara. Dima mengumpat keras lalu keluar dan mengecek mesinnya.
Sial, ia kehabisan bahan bakar sekarang. Ia mengacak rambutnya frustasi. Mengapa juga dalam keadaan henting seperti ini, pasalnya ia sangat penasaran mengapa Nadine pergi ke rumah sakit tanpa memberitahunya.
"Bangke emang!" Dima menendang mobil berwarna merah itu.
Ia melipat lengannya lalu menelepon sang sopir untuk menjemputnya. Seharusnya ia tidak menolak tawaran sopirnya yang bersedia mengantarnya.
"Gue baru tahu kalo ada mall di sini," celetuk seseorang mengejutkan Dima hingga gadis itu terperanjat.
"BANGSAT, DASAR SETAN!"
"GUE KAGET, ANJING!"
Mendengar itu Andra tertawa lepas. Sangat lucu ketika mulut Dima mengumpat seperti itu.
Dima baru sadar, Andra sudah tahu jika ia membohonginya kemarin.
"Di mana mall-nya?" tanyanya penuh intimidasi.
Dima meneguk salivanya dengan susah payah, bagaimana bisa laki-laki itu baru saja tertawa lepas dan sekarang tatapan itu berubah dingin. Dima sedikit merasa ngeri dengan hal itu.
Dima melangkah mundur, memberi jarak antara keduanya.
"Bodo!" tukasnya.
Andra menyandarkan tubuhnya pada mobil Dima. "Lain kali jangan bohong, kalo cuma buat orang terluka," cetusnya.
"Dih, lo ngomong apaan, sih?" sinis Dima menoleh ke arah Andra yang saat ini menatap lurus ke depan.
Tanpa sengaja tatapan gadis itu jatuh pada sebuah motor yang terparkir tidak jauh dari mereka. Ia berpikir jika motor itu milik laki-laki di sampingnya.
Dima mendekati motor itu lalu menatap Andra dengan lekat. "Ayo jalan!" celetuk Dima.
Andra memalingkan wajah kembali ke depan. "Nih," ucap Andra sembari melempar kunci motor itu dan di tangkap sempurna oleh Dima.
"Maksud lo?" tanya Dima tidak mengerti dengan maksud laki-laki itu.
Andra mencebik. "Bawa sendiri lah," ketusnya.
Dima menghela napas, ia berpikir jika Andra dengan mudah ia manfaatkan. Namun perkiraannya salah besar.
"Lo marah gue bohongin?"
"Enggak lah, yakali, njing!" balas Andra dingin.
Laki-laki itu bangun dari sandarannya, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana lalu melenggang pergi.