33. Honesty

76 50 11
                                    

Ponsel Nadine berbunyi ada nama Fathur di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ponsel Nadine berbunyi ada nama Fathur di sana. Ia mempersiapkan diri untuk berbicara dengan laki-laki itu. Menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia harus menghadapi ini semua dan menyudahinya dengan segera.

Telepon itu tersambung, penanda waktu sudah berjalan. Namun hanya keheningan yang Nadine dapatkan.

"Na, besok bisa, kan?" tanya seseorang di seberang sana.

Gadis itu meneguk salivanya dengan susah payah. Apa yang harus ia katakan.

"Bisa, Kak, jam berapa emang?" tanyanya berusaha biasa saja. Percayalah Nadine rindu dengan suara itu, ia juga merindukan sosok laki-laki yang telah mencuri perhatiannya selama ini.

"Jam tujuh, ya, di rumah sakit Permata, kamar Lavender nomor 15," jelasnya.

"Iya, Kak," jawabnya dan Nadine segera mematikan sambungan itu.

Waktu sudah berjalan begitu cepat, dengan segera ia bersiap untuk berangkat sekolah. Pagi ini ia di antar oleh ayahnya yang kebetulan libur. Gadis itu sangat senang, tak lupa ia mencium punggung ayahnya dengan sayang.

"Nanti ayah jemput, ya," ujar sang ayah.

Nadine tersenyum lalu mengangguk riang. "Iya, Yah, mungkin agak pagi pulangnya, soalnya kan hari Sabtu," ucap Nadine.

Heru mengangguk dan memutar motornya bersiap pergi.

"Nadine..."

Heru menoleh menghentikan langkah gadis itu yang ingin memasuki gerbang.

Nadine mendekat dia berdiri di samping motor ayahnya.

"Jangan kebanyakan nangis, nanti cepet tua. Kata bunda akhir-akhir ini kamu sering nangis, ya?" tanya sang ayah dan Nadine hanya tersenyum.

"Ayah, Nadine nggak apa-apa, cuma ada masalah dikit kemarin," jelasnya lalu tersenyum.

Heru mengangguk pelan. "Sekarang, masalahnya udah selesai?" tanyanya membuat Nadine tertegun.

Ia mengalihkan pandangan tidak ingin menatap sang ayah yang kini menatapnya seakan menuntut jawaban.

"Udah, kok," Nadine mengeluarkan cengirannya.

"Padahal Nadine belum tahu akhir dari masalah ini seperti apa, Yah," jerit Nadine dalam hati.

"Syukurlah kalo gitu, kalo ada apa-apa cerita, ya, kalo bukan sama ayah dan bunda, mau ke siapa lagi," ucap Heru dengan serius.

Nadine mengulas senyum, ia tidak mau membuat kedua orang tuanya khawatir akan masalahnya. Maka dari itu, ia hanya menceritakan itu semua kepada Dima.

Setelah itu Heru menepuk pelan bahu putrinya sambil berujar. "Anak ayah kuat, nggak boleh cengeng,"

Nadine tersenyum dan kembali mencium punggung tangan ayahnya. "Nadine belajar dulu, ya, Yah," ucapnya.

"Iya, udah sana masuk, nanti telat lagi," balas Heru dan Nadine melangkah masuk.

Diorama Nadine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang