20. Kindness

75 57 1
                                    

Salah satu tempat di sekolah yang tidak pernah sepi penghuni, kecuali jam pelajaran di mulai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Salah satu tempat di sekolah yang tidak pernah sepi penghuni, kecuali jam pelajaran di mulai. Ya, kantin, tempat manusia kelaparan berkumpul. Seperti Dima saat ini, dia nekat pergi ke kantin seorang diri demi perutnya yang meronta minta di isi.

Karena sendiri ia sengaja memilih duduk di bangku paling pojok. Jika di tengah akan terlihat jelas dan ia tidak mau di lirik sana sini oleh anak-anak lain.

Sudah sekitar tujuh suapan nasi goreng pedas itu masuk ke kerongkongannya, di suapan ke delapan seseorang tiba-tiba duduk di hadapannya

"Kok sendiri, tumben," celetuknya membuat Dima langsung menggeram. Ia hapal betul dengan suara itu.

Dima memilih diam, ia tidak ingin memperpanjang urusan dengan manusia cenayang seperti dia.

Andra yang sekarang menopang dagu sembari menatap Dima yang mengaduk nasi gorengnya. Percayalah, nafsu makannya langsung lenyap ketika laki-laki itu datang.

"Kan bukan bubur, kenapa di aduk, Neng?" ucapnya lagi namun Dima masih bergeming. Tidak ada niat sedikitpun untuk menyahuti perkataan itu.

Dima menggeser tubuhnya sedikit ke samping, dengan tujuan agar tidak terlalu dekat dengan laki-laki itu. Ia sadar Andra terus memperhatikannya, sejak duduk di sana tatapan Andra tidak lepas dari gadis itu.

"Jaket gue lo kemanain?" tanyanya.

"Ada," jawab Dima.

Tiba-tiba Dima merutuki dirinya sendiri, ia sedikit menyesal menjawab pertanyaan itu. Padahal sedari tadi ia sudah menguatkan tekad untuk tidak mencari masalah atau memulai perdebatan tidak penting dengannya.

Andra terkekeh seraya menyandarkan punggungnya. "Lo aneh, dua pertanyaan gue yang nggak ada sangkut pautnya sama kita, malah lo kacangin. Giliran gue tanya soal jaket langsung gercep," ucapnya dan terdengar nada ejekan di sana.

"Emang membekas banget, ya?" bisiknya membuat Dima seketika bergidik.

"Gila lo!"

Andra meraih air mineral milik Dima yang masih utuh, gadis itu membiarkannya. "Gue juga nggak tahu," ucap laki-laki itu setelah meneguk air hingga setengah.

Dima masih diam, menunggu kelanjutan kalimat itu, entahlah tapi ia benar-benar penasaran untuk sekarang. Ya, hanya untuk sekarang.

"Kenapa harus lo, terlalu tinggi banget buat gue," ucapnya seraya tersenyum getir.

Dima berpikir keras, apa maksud dari ucapan laki-laki itu. Pikirannya terlalu rumit untuk mencerna itu semua.

"Sekarang udah ngerti, kan?"

"Enggak,"

"Nggak usah bohong deh, gue yakin lo paham apa yang selama ini gue lakuin ke lo," ucap Andra semakin membuat Dima tidak mengerti.

"Lo bukan anak SD lagi, yang nggak tahu apa-apa," lanjutnya.

"Jadi, lo suka sama gue?" tanya Dima.

"Bisa jadi iya, bisa jadi enggak," jawabnya santai.

Diorama Nadine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang