Bukan kisah ketua geng motor dengan gadis cantik, bukan kisah ketua OSIS yang memiliki banyak penggemar, bukan pula kisah most wanted yang menjadi rebutan. Ini adalah kisah dua orang manusia biasa yang sedikit rumit karena kemustahilan yang ada.
Man...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Selama perjalanan itu kepala Nadine berkecamuk, di satu sisi ia merasakan kesedihan mendalam tentang ayahnya yang sekarang berada di rumah sakit. Namun di sisi lain ia juga merasakan bagaimana jantungnya bekerja lebih cepat dari biasanya.
Untuk yang kedua kalinya berada di posisi seperti ini, di bonceng oleh kakak kelas yang akhir-akhir ini menjadi salah satu orang yang memenuhi pikirannya.
Sangat aneh bukan, dalam waktu yang bersamaan Nadine mampu merasakan dua hal itu.
Ia menarik napas dalam sebelum tatapannya jatuh pada spion motor scoopy itu. Di sana terlihat wajah tampan seorang Fathur Aksara yang tengah fokus mengendarai motor.
Jalanan siang itu cukup padat dan saat ini mereka berhenti karena lampu lalu lintas yang menyala pada lingkaran warna merah.
Sadar di perhatikan, Fathur juga menatap spion itu. Dalam seperkian detik tatapan keduanya bertemu. Cepat-cepat Nadine memalingkan wajah, membuka kaca helm lantas menghapus sisa air mata di pipinya.
"Jangan sedih, ayah lo baik-baik aja, kok," ucapnya sembari sedikit menolehkan kepalanya ke belakang. Walaupun tidak sepenuhnya bisa melihat Nadine namun laki-laki itu tahu jika gadis di belakangnya sedang menahan kesedihan yang mendalam.
Tanpa mengeluarkan sahutan Nadine hanya mengangguk sebagai jawaban.
Lampu berganti warna hijau, seketika suara klakson mengudara membuat kebisingan yang khas terjadi di area itu.
Fathur kembali memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Nadine di belakangnya hanya diam sesekali melirik ke arah spion untuk yang ke berapa kalinya. Entahlah, dengan kurang ajar matanya kembali berulah.
"Kak, masih lama, ya?" tanyanya.
Fathur menggeleng. "Bentar lagi sampai, kok," jawabnya.
Beberapa saat kemudian motor itu berhenti tepat di depan pelataran rumah sakit. Dengan segera Nadine turun di ikuti Fathur di belakangnya.
Langkah kaki yang tergesa itu menandakan kegelisahan yang sangat dalam. Dengan satu gerakan pelan Fathur menggapai pergelangan tangan Nadine.
Dingin, itulah hal pertama yang Fathur rasakan ketika dua kulit itu bertemu. Ia tahu jika gadis di sampingnya itu sedang ketakutan sekarang.
Secara otomatis Nadine menghentikan langkah, menatap Fathur penuh tanya.
"Lo tenang dulu," ucapnya tegas membuat Nadine mengerjap pelan.
Gadis itu menghela napas. "Hufft, gue takut, Kak," lirih Nadine dengan tatapan sendunya.
Fathur menggenggam erat telapak tangannya menyalurkan ketenangan sekaligus rasa aneh yang tiba-tiba ada di sana.
"Nggak perlu takut, semua bakal baik-baik aja, percaya sama gue,"
Nadine mengigit bibir dan tatapannya tertuju pada tangannya yang masih setia laki-laki itu genggam.