"Hubungan kami sulit dibenahi. Permusuhan antar saudara ini tak bisa dipahami. Siapa yang membenci? Siapa yang dibenci? Entahlah, tapi rasanya sepi.".
----
Happy Reading
----
Ah. Pulang sekolah memang salah satu waktu yang menyenangkan. Tapi, pulang sekolah lalu pulang ke rumah itu beda lagi."La! Lo gak balik bareng Theo?" Cecil—teman sekelas yang mendapat peringkat dua—bertanya sambil menghampiri Novela.
Yang ditanya sedang membereskan buku-bukunya ke dalam tas. Ia menyelesaikannya, kemudian menyampirkan sebelah tali tasnya di pundak kanan. Setelah itu, ia menatap Cecil dengan senyum tipis di wajahnya.
"Ini mau nyusul ke parkiran, Ce," jawabnya, "lo mau bareng turun ke lantai satunya?"
Cecil mengangguk. Ia berjalan di belakang Novela, mengamati bagaimana siswi teladan nomor 1 di SMA Nuansa itu berjalan dan menyapa orang-orang yang dikenalnya, dan memberikan senyuman kepada orang-orang yang tidak dikenal namun menyapa dirinya.
"Cecil!" Novela memanggil.
Cecil sedikit tersentak. Novela yang melihatnya sedikit terkekeh.
"Sini jalan di samping gue. Lo, kan, temen gue. Kalo jalan di belakang nanti lo disangka pelayan, lho!" ujar Novela.
"Ah, iya juga, ya. Tapi, siapa yang bakal berani bilang gue pelayan? Wah, kalo ada, bakal gue cocolin sambel ke mulutnya!" kata Cecil.
Novela terkikik geli. Ia kembali melanjutkan langkahnya dengan Cecil yang kini berada di sampingnya. Sesekali, Novela akan bertanya tentang bagaimana kemajuan belajar Cecil dan menjelaskan pertanyaan Cecil tentang soal-soal matematika yang tidak dipahaminya. Mereka berdua awalnya berjalan dengan damai, sampai sebuah seruan mengacaukan segalanya.
"THEO BERULAH LAGI, WOY! THEO BERULAH LAGI!!"
Alis Novela terangkat sempurna. Ia menggeleng-geleng, kemudian menghadap Cecil dan memegang kedua bahu teman sekelasnya itu. "Ce, ini masih di lantai dua. Sorry karena gak bisa bareng sampai ke lantai dasar. Gue duluan, takut ada apa-apa."
Cecil mengangguk-angguk dengan cepat. Ia tahu, hanya Novela yang bisa menenangkan serigala liar itu.
***
"Ck! Gak bisa dipisahin." Agatha menyugar rambut panjangnya. Dahinya mengkerut, menandakan ia sedang berpikir keras tentang sesuatu yang saat ini tengah menjadi pusat perhatian.
Dean dan Theo sedang berkelahi di lapangan. Agatha bersumpah bahwa ia ingin segera memisahkan keduanya, namun tidak ada celah. Jika Agatha masuk ke dalam arena mereka, maka tentu dampaknya akan buruk baginya—terkena tonjokan yang sepertinya menyakitkan.
"Sial! Kenapa Dean cari masalah segala, sih?!" Agatha merutuk.
Keadaan semakin riuh saat murid-murid yang menonton di pinggir lapangan bertambah. Para guru yang sudah berteriak menyuruh dua pelaku kerusuhan itu untuk berhenti, tak berani mendekat karena perkelahian itu terlihat sangat serius.
Agatha lagi-lagi menyugar rambutnya. Suara daging yang dipukul keras itu benar-benar mengganggu. Akhirnya, keputusan final pun diambil Agatha. Ia berjalan tanpa takut ke arena wilayah perkelahian Dean dan Theo. Baru saja ia membuka mulutnya, sebuah suara penuh penekanan sudah menginterupsi perkelahian dua lelaki itu.
"Theo. Lepas."
Bisa Agatha lihat dengan jelas kalau Theo langsung menjadi kikuk dan menjauh dari Dean. Cowok itu memberikan cengiran tanpa dosa, kemudian meringis karena tak sadar sudut bibirnya robek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Without 'You'
Teen Fiction[15+] Kehidupan Novela dan Agatha sudah dibuat menderita sejak kecil oleh ibu kandungnya sendiri. Mereka yang selalu dibandingkan, hidup dengan membenci satu sama lain. Perceraian orang tua. Kematian Deon. Kematian ayah mereka. Masalah datang bertub...