Bab 7 : Lullaby Yang Abstrak

7 5 0
                                    

"Sepertinya dunia menampar dengan keras, bahwa tidak semua hal bisa mengalir dengan deras."
.

----
Happy Reading
----


Hari Senin sudah datang lagi. Kali ini, Novela merasa tidurnya sedikit nyenyak. Apa mungkin karena Agatha yang sudah tidak satu rumah dengannya lagi?

Syukurlah.

"Tiga piring?" Suara datar Mala membuat Novela tersentak. "Tara masih tidur, dia sarapan nanti."

Novela meneguk salivanya.

Benar, mengapa ia menyiapkan 3 buah piring? Untuk siapa?

... Agatha?

Oh, yang benar saja! Tidak mungkin Novela menyiapkan 3 piring karena merasa Agatha masih ada atau akan kembali ke rumah. Tidak mungkin Novela memiliki perasaan itu. Ia adalah orang yang sangat membenci Agatha!

"Ck, biarkan saja." Mala duduk di kursinya, membalikkan piring, dan menyendok sedikit nasi ke atas piringnya.

Novela tersadar. Ia menatap Mala dengan ragu, lalu berdeham canggung.

"Kalo gitu, Vela berangkat ya, Ma. Em, Vela pamit." Novela mengambil tas di salah satu kursi meja makan. Niatnya untuk sarapan harus dihilangkan karena ibunya tidak suka jika makan bersama dirinya.

"Duduk."

Novela terdiam. Ia yang sudah siap berjalan keluar dari ruang makan, kembali berbalik karena ucapan ibunya.

"Vela sarapan di sekolah aja, Ma. Gak pa-"

"Duduk." Mala berkata penuh dengan penekanan.

Novela mau tidak mau kembali duduk di kursi dimana ia menaruh tas miliknya tadi. Canggung sekali. Rasanya sangat asing.

"Makan," ucap Mala tanpa mengalihkan perhatiannya dari makanan di piring.

Keringat dingin mulai muncul di dahi Novela. Apa kangkung tumis buatannya tidak enak? Apa tempe yang ia racik dan goreng rasanya terlalu asin? Apa sambal yang ia buat terlalu pedas? Ah, apa semuanya tidak sesuai selera ibunya?

Mala menatap anak keduanya yang justru diam dan menundukkan tatapannya. Ia menghela napas sangat pelan.

"Saya menyuruh kamu makan. Hari ini upacara, dan saya tidak mau kalo kamu sampai pingsan lalu mendapat catatan di UKS. Itu bisa mengurangi nilai kedisiplinan kamu. Saya tidak suka pengurangan." Mala kembali memasukkan nasi ke dalam mulutnya.

Novela akhirnya mengangguk ragu. Ia tersenyum kaku, kemudian membalikkan piring dan menyendok sedikit nasi dengan lauk tumis kangkung.

Rasanya benar-benar asing. Sarapan yang biasanya ditemani kursi-kursi yang tak berpenghuni, kini mulai ditemani.

Perasaan takut itu memang masih ada, namun hangat menjalar ke seluruh jiwa. Ah, semua ini membuat Novela merasa serakah, karena ia berharap bahwa hal seperti ini akan selalu ada.

***

"Tolong jangan bikin gue panik. Tolong jangan bikin gue ngerasa jadi orang yang payah. Kalo lo emang baik-baik aja, seharusnya lo gak nelpon gue dan bikin gue takut ...."

Kalimat dengan nada lelah itu menghujam tepat di dada Theo. Ia mengakui kesalahannya. Ia mengakui keegoisannya. Ia mengakui kebodohannya.

Tak ada yang bisa dikatakan Theo untuk menghibur Novela. Tiada sepatah kata pun yang mampu diperoleh oleh lidahnya yang kelu. Theo merasa buruk.

Without 'You'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang