Bab 22 : Tahap Pertengahan

3 3 0
                                    

"Diam-diam mengetahui. Diam-diam membuat rencana. Diam-diam membalas dendam."

.

----
Happy Reading
----

"Tadi pas baru dateng ke sekolah, di gerbang gue pas-pasan sama Bu Raya yang baru turun dari mobil yang nganterin dia. Terus, kita berdua masuk ke dalem bareng-bareng sambil ngobrol ringan. Nah, gue sempet nanya ke Bu Raya apa boleh liat kertas tes kecerdasan yang udah dijawab buat dikoreksi sekali belajar dari yang salah, dan Bu Raya bilang boleh." Naka menjelaskan dengan panjang lebar kepada Lana yang memperhatikan dengan serius, namun bibirnya tersenyum.

Padahal masih pagi, udara masih sejuk, tapi ditatap seperti itu oleh Lana membuatnya gerah dan tak nyaman.

"Berarti, lembar tes kecerdasan kita udah ada di lo?" tanya Lana.

"Nggak."

"Lho?"

Naka menghembuskan napasnya kasar. "Lembar tes kecerdasan 5 nilai terbaik dipinjem sama Agatha kemarin. Belum dibalikin."

"Kak Agatha?" beo Lana.

"Kalo lo masih mau ngoreksi, berarti tunggu sampe Agatha balikin lembar tes itu." Naka mendengkus, lalu memilih untuk mempehatikan pemandangan luar sekolah melalui jendela.

Lana masih menatap Naka dengan otaknya yang sibuk berpikir. "Ya ... bener, sih. Kalo gitu, kita tunggu a—"

"Gak perlu." Theo menyela.

Dua orang yang duduk bersebelahan itu menoleh pada 'serigala' yang tumben sekali mau datang ke kelas di pagi hari. Biasanya dia datang ke kelas saat jam istirahat pertama. Sebuah kemajuan yang lagi-lagi positif dari dalam diri Theo.

"Ngoreksi lembar jawaban kita itu cuma buat mastiin diri sendiri, kan? Kalo mau diaduin ke pihak sekolah tentang lembar jawaban yang udah dinilai ternyata isinya gak sesuai sama jawaban asli kita, itu gak bisa jadi bukti konkret kalo 5 nilai terbaik kali ini diutak-atik sama seseorang."

"Terus, lo punya rencana?" tanya Naka, menyorot Theo dengan tatapan mengejek.

"Lo berdua punya rencana?" tanya balik Theo.

Lana menggeleng cepat. Naka menjawab 'gak' dengan malas. Kali ini, Theo tersenyum mengejek dengan sorot mata yang seolah mengatakan cupu-lo-cowok-PMS kepada Naka.

"Berarti, lo berdua mau gak mau, harus ikutin rencana gue, kan?" Theo mengangkat sebelah alisnya—arogan. "Jalan yang paling mudah itu lewat CCTV."

***

"Mending istirahat dulu!! Gue ngomong kayak gini bukan karena khawatir, ya!! Gue cuma gak sudi direpotin kalo tiba-tiba lo pingsan dan gue harus bopong lo ke UKS apalagi sampe nganter lo ke rumah sakit!!" Agatha mengomel sepanjang jalan.

Kali ini, mereka berdua berjalan menuju ruang CCTV yang ada di lantai paling atas gedung utama—lantai empat. Rencana Novela yang akan direalisasikan saat ini adalah melihat rekaman CCTV di ruang OSIS.

"Lo diemin gue?!! Nyadar, dong!! Lo naik tangga aja sempoyongan kayak gini!!" Agatha dibuat semakin kesal saja. Ia yang berjalan di belakang Novela benar-benar takut jikalau tiba-tiba anak itu kehilangan keseimbangannya dan jatuh berguling ke bawah.

Novela yang sejak tadi diam itu bukan karena disengaja. Bagaimana pun juga, ia menyadari kondisi tubuhnya sendiri. Tenaganya akan terkuras banyak jika berbicara. Semua ini karena dua hari yang lalu, ketika ia mengajak Agatha untuk bekerja sama lalu pulang, Mala memarahi dan memukulinya habis-habisan karena pulang terlambat dan melewatkan les ilmu manajemen. Mala baru selesai saat keringat dingin bercucuran dari dahi dan leher Novela. Dengan kata lain, Mala selalu berhenti memukuli saat tubuh Novela sudah berada pada batasnya. Dan dapat dipastikan, Novela akan jatuh sakit setelahnya.

Without 'You'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang