Bab 8 : Pemandangan Baru

6 5 0
                                    

"Yang baru itu memiliki banyak artian."
.

----
Happy Reading
----


Di malam hari yang sunyi, tanpa ada bintang dan hanya dihiasi bulan purnama, Agatha mendengus.

Bulan bersinar terang, terlihat seperti meremehkan Agatha yang berdiri di balkon kamar barunya.

Ya, kamar baru. Ayah ternyata sudah menyiapkan kamarnya, penuh dengan warna kelabu—warna kesukaannya. Memang belum ada barang selain tempat tidur, lemari, dan meja belajar, tapi itu justru membuat Agatha senang karena dapat mendekor kamarnya sendiri.

Satu lagi. Ucapan Novela saat dirinya pergi dari rumah untuk tinggal bersama ayah, ternyata memiliki makna yang sayangnya tidak bisa disangkal.

Ayah sudah menikah lagi.

Apakah Agatha terkejut? Tidak.

Apakah Agatha merasa aneh? Iya.

Ibu tirinya—yang lebih senang dipanggil bunda—adalah orang yang cantik, namun aneh. Bukan aneh seperti suka berteriak tiba-tiba, namun sikapnya dan matanya yang memandang Agatha sungguh membuat gadis itu—jujur saja, merinding.

Ah, Agatha jadi melupakan mengapa ia ada di balkon saat ini. Rencana menenangkan diri ternyata berubah menjadi merenung. Agatha memang tidak mahir mengendalikan diri seperti Novela. Andai masih ada Deo—

Deg.

Muncul lagi. Mimpi buruknya muncul lagi di otak Agatha. Mimpi buruk sialan yang terbentuk dari segenggam peristiwa kelam yang pernah terjadi dulu. Membuat Agatha berdecak kesal sampai mengepalkan tangannya karena ingin menepis mimpi buruk yang membangkitkan rasa bersalahnya.

"Bisa gila gue!" Agatha menyugar rambutnya.

Ia kembali masuk ke dalam kamar, merebahkan tubuhnya di atas kasur, dan memejamkan mata hanya untuk melihat kilasan mimpi buruknya lagi.

"Deon! Kalo lo mau main sama adek gue, berarti lo harus baik sama gue!"

"Aku baik sama kamu bukan karena kamu kakaknya Veve, kok."

"... jadi?"

"Karena kamu temenku."

"Apa bener gue temen lo? Lo bukan deketin gue karena dia?" Agatha menuding Deon sambil melirik Novela yang sudah keluar dari toko es krim.

Deon mengangguk dan memperhatikan gadis pujaannya yang berjalan di sebrang trotoar dari halte bus tempatnya berdiri dengan kedua tangan yang memegang 3 ice cream cone, lalu bergumam, "Kalian berdua temen pertamaku."

Alis Agatha menukik kesal. Ia berjalan ke tengah jalan, lalu tersenyum sedih menatap Deon. "Kita liat, apa lo beneran anggap gue temen?"

Sebuah mobil yang melaju kencang terlihat mulai mendekati tempat Agatha berdiri.

"TATA!"

Dan semua berlalu begitu saja. Suara keras yang menghantam cepat dan menakutkan. Agatha yang terjatuh di pinggir jalan. Es krim di tangan yang jatuh ke atas trotoar dengan lamban. Kemudian, tangisan yang menyanyikan lara terdengar saat orang tersayang terpental jauh dan menghembuskan napas terakhir tanpa sempat memberi salam perpisahan.

Semua tergambar jelas. Masih tergambar jelas.

"Karena gue dalang dari kematian lo ...."

Tak lebih, hanya satu. Tak lebih dari satu orang. Hanya satu orang—

Without 'You'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang