"Lagu itu seolah mewakili dirinya yang sekarang. Terlalu suram sampai membuat yang melihat merasakan sakit yang menghujam.".
----
Happy Reading
----Ujian tengah semester telah berakhir. Murid-murid berambisi yang rela begadang demi belajar agar nilai ujian tidak anjlok akhirnya bisa sedikit bersantai.
Lana salah satunya.
Hari ini hari Jum'at; hari terakhir ujian tengah semester sekaligus hari tes kecerdasan. Ketika bel pulang sekolah berbunyi, ia langsung membereskan laptopnya—yang digunakan untuk mengakses soal ujian—ke dalam tas. Lana memakai tasnya dengan benar di punggung. Sebelum keluar kelas, ia menghampiri meja Naka terlebih dahulu.
"Sampai ketemu Minggu depan, Naka. Istirahat yang banyak, ya! Main game-nya dikurangin. Oke?" Lana tersenyum manis.
Naka hanya mengangguk malas. "Terserah lo, lah."
Selanjutnya, Lana menghampiri meja Theo. "Makasih karena udah jarang bikin Naka marah-marah lagi. Kali ini kita liat, apa nilai lo masih lebih bagus dari gue? Kalo masih lebih bagus, gue gak bakal tinggal diam. Peringkat dua di kelas belum memuaskan buat gue."
Theo mengangkat sebelah alisnya. "Di kelas ini, gue yang selalu jadi peringkat satu, oke?"
"Bisa aja berubah, kan? Gak ada yang tau," balas Lana yang kemudian mulai berjalan dengan langkah ringan menuju tempat yang sudah lama tak dikunjungi.
Jujur saja, Lana senang pada perubahan yang terjadi selama hampir sekitar 3 bulan ini. Naka sudah mau membalas perkataan Lana tanpa perlu dipaksa dan Theo semakin jarang bolos.
Kehidupan di sekolah entah kenapa menjadi sangat damai. Membuat perasaan Lana senang, sehingga dia ingin memvisualisasikannya dalam bentuk lukisan. Jadilah dia di sini, di hadapan ruang kesenian yang sudah jarang sekali ia kunjungi.
Tapi ketika telinganya mendengar alunan musik yang rasanya pernah dia dengar, tangannya yang sudah siap membuka pintu ruangan pun tertahan. Siapa yang ada di dalam sana? Setahu Lana, siswa ekskul kesenian—selain dirinya—tidak pernah mengunjungi ruang kesenian jika tidak ada jadwal pertemuan.
Karena Lana sudah kepalang penasaran, ia membuka pintu tersebut dan masuk ke dalam. Di sudut terdalam ruangan, dekat jendela yang memberikan pemandangan dari ketinggian dua lantai, duduk seorang perempuan dengan jaket merah yang membungkus tubuhnya. Sosok itu tak mempedulikan kedatangannya dan fokus pada kanvas yang sudah penuh oleh berbagai goresan abstrak dengan warna hitam dan merah yang mendominasi.
Lana terdiam mengamati lukisan ekspresionisme yang diterpa matahari senja yang menembus melewati jendela.
"H-hai, Novela."
Canggung.
Novela menghentikan gerakan kuasnya. Ia menoleh dan tersenyum samar. "Ya?"
Lana menggaruk kepalanya salah tingkah. Dia ingin berbincang dengan Novela si Pemburu Akademik yang merupakan panutannya. Karena keinginannya itu, ia bertanya secara impulsif saat lagu yang ia dengar di luar ruang kesenian ternyata berasal dari ponsel Novela.
"Lagu ini ...." Lana merasa ingin mengutuk dirinya sendiri karena tak bisa berbicara seperti biasa.
Novela diam menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Without 'You'
Fiksi Remaja[15+] Kehidupan Novela dan Agatha sudah dibuat menderita sejak kecil oleh ibu kandungnya sendiri. Mereka yang selalu dibandingkan, hidup dengan membenci satu sama lain. Perceraian orang tua. Kematian Deon. Kematian ayah mereka. Masalah datang bertub...