Bab 26 : Efek Samping

3 3 0
                                    

"Rencana semesta membuatnya hampir gila. Dia yang bertahan untuk tetap waras pun menerima efek samping yang membuatnya berharap lebih pada sebuah keajaiban."

.

----
Happy Reading
----

"VEVE!"

Seorang remaja laki-laki berusia 12 tahun itu berlari dengan wajah paniknya.

"Tolong tahan, Vela! Jangan tutup mata kamu dulu! JANGAN TUTUP MATA KAMU!!"

Tangan pemuda itu gemetar hebat saat berusaha membuka ikatan tali yang mencekik leher gadis di hadapannya. Ia sangat-sangat bersyukur ketika tali itu terlepas dan gadis tersebut jatuh ke pelukannya.

"Jangan kayak gini lagi, Vela .... Aku mohon."

Pemuda itu turun perlahan-lahan dari kursi yang ia taiki. Dengan sisa-sisa kekuatannya yang sudah terkuras banyak karena panik dan takut, ia merangkul gadis itu untuk segera membawanya ke rumah sakit.

"Vela, jangan tutup mata kamu!! Dengerin aku, di dunia ini, walau keluarga kamu kasar sama kamu, jangan pernah ngerasa kalo kamu gak pernah diharapin di dunia ini! Ada aku!! Ada aku yang selalu berharap tentang kamu! Ada aku yang selalu berharap kebahagiaan kamu!! Ada aku, Vela. Ada aku ...."

Gadis yang baru melewati masa-masa sekaratnya itu tersenyum pedih. "Maaf, ya? Jangan nangis, Deon."

"Walau kamu putus asa, kamu harus tetep hidup! Karena aku juga bakal terus hidup buat kamu!!"

***

Novela membuka matanya. Gadis bermata sayu itu bangun dan duduk. Ia menoleh ke samping kanan, pada jendela yang tertutup tirai putih tipis dan samar-samar memperlihatkan langit malam yang lebih gelap dari biasanya.

Ternyata ia ketiduran setelah minum obat siang tadi. Bangun-bangun sudah malam saja.

"Jari-jari tangan kanan pasien retak bahkan ada yang hancur. Saya tidak yakin apa fungsi tangan kanannya bisa kembali lagi seperti semula atau tidak."

"Apa masih bisa digunakan untuk melukis?"

"Maaf, Ibu. Saya rasa ... pasien harus berhenti melukis dengan tangan kanannya jika tidak ingin memperburuk kondisinya."

"Baik, terima kasih, Dok."

"Sudah menjadi tugas saya, Bu. Saya pamit undur diri."

"Kamu dengar Novela? Mulai sekarang berhenti melukis. Jika kamu masih keras kepala dan mencoba untuk melukis dengan tangan kirimu, maka saya tidak punya pilihan lain selain melumpuhkan kedua tangan kamu."

"Baik ... Mama."

"Kamu menangis?"

Novela tersenyum. "Enggak, Ma."

Sial!

Enggak dari mananya?! Bagaimana bisa Novela tidak menangis?! Tulang jarinya hancur, retak, sudah tak berguna. Ia sudah tidak bisa melukis lagi. Novela benci. Novela merasa dunianya runtuh sekali lagi.

"Gue gak boleh nangis. Gak boleh nangis. Gak boleh ...." Novela menghapus kasar air matanya yang justru mengalir semakin deras. Isak tangisnya terdengar memilukan. "Kenapa gue nangis?!!"

Pintu yang berderit menjadi pertanda bahwa seseorang telah masuk ke dalam kamar rawatnya. Menjadi pertanda bahwa seseorang juga telah melihat sisi lemahnya.

Without 'You'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang