Bab 14 : Sosok Baru Novela (1)

6 5 0
                                    

"Lihatlah. Dendam yang ditimbun akhirnya muncul ke permukaan."
.

----
Happy Reading
----

Tirta Valerio meninggal di usianya yang ke-43. Penyebabnya karena penyakit yang tertimbun di dalam tubuhnya, seperti diabetes, kolesterol, dan belum lama ini diketahui bahwa sel kanker tumbuh di paru-parunya karena terlalu sering merokok. Ia meninggal setelah satu setengah bulan dirawat di rumah sakit. Jasadnya dimakamkan di pemakaman pribadi keluarga Valerio. Proses pemakamannya dihadiri oleh keluarga dekat, teman lamanya, rekan kerja, dan orang-orang yang merasa kehilangannya.

Terhitung sudah setengah jam sejak jasad Tirta selesai dimakamkan, dan tangisan seorang anak yang merasa sangat ditinggalkan belum juga lenyap.

Agatha merasa kehilangan, dan Novela yang menyaksikan hanya menatap tanpa perasaan. Bukankah akhirnya impas? Deon mati karena Agatha dan Tirta mati tanpa disangka-sangka. Walau Tirta mati bukan karena Novela, setidaknya kematian pria yang merupakan ayahnya dan ayah kesayangan Agatha itu memberikan rasa sakit pada Agatha sendiri.

Puas? Belum.

Semenjak kejadian di rumah sakit sekitar satu setengah bulan yang lalu, Novela sudah kehilangan empatinya pada Agatha. Jika dulu ia memilih diam meski membenci kakaknya setengah mampus, kali ini ia tidak akan diam. Wadah yang menampung dendamnya sudah retak dan perlahan hancur. Hatinya dipenuhi dendam setiap kali melihat Agatha.

Sudah waktunya untuk berubah. Semuanya.

"Kamu sudah belajar ternyata."

Novela melirik ke samping—tempat ibunya berdiri—dan tersenyum sangat kecil. Ya, Novela sudah belajar dari kematian Deon.

Dulu, dia menangis pilu ketika kematian menghampiri Deon dengan cara tertabrak mobil. Namun, selesai dari acara pembersihan jasad, Mala langsung membawa pulang dan menarik Novela ke dalam ruang kerjanya lalu memberikan 'pelajaran' untuk bisa mengendalikan diri.

Tubuh Novela masih mengingat setiap sentuhan pelajaran yang pernah diterimanya dari Mala saat itu. Ketika ikat pinggang kecil yang terbuat dari kulit melayang memberikan rasa sakit pada kakinya, teriakan Mala juga tak bisa dilupakannya.

"JANGAN NANGIS! KAMU ITU ANAK SAYA! JIKA HANYA DITINGGAL MATI SEPERTI ITU KAMU NANGIS, BERARTI KAMU HARUS MENDAPAT BANYAK PELAJARAN DARI SAYA!"

Tentu, meski butuh proses, perlahan-lahan air mata Novela mulai mengering. Walau ada saat-saat ketika matanya kembali basah dan air matanya mengalir—bibirnya bungkam, wajahnya tak menunjukkan kesedihan.

Seperti saat ini. Pusara di hadapannya, dengan batu nisan yang menjelaskan riwayat jasad di dalamnya, tak dapat membuat Novela tersentil untuk setidaknya menunjukkan rasa kehilangan. Dirinya sudah berhasil mencetak Mala. Siapapun yang melihat tak akan meragukan status 'anak Mala' pada dirinya.

"Sebaiknya kita tunggu Agatha."

Novela mengangguk singkat. Mungkin dirinya bukan hanya berubah pada Agatha, tapi juga pada dunia.

***

"Sudah selesai?"

Agatha mengusap air matanya dengan kasar ketika mendengar pertanyaan datar dari Mala. Ia berdiri dan mengangguk satu kali. Wajahnya mencoba berekspresi biasa saja meski matanya masih menunjukkan kesedihan.

Without 'You'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang