Jenna melihat satu per satu detail yang ada di aula besar itu. Tidak ada yang menduga kalau wanita yang sedari tadi sibuk memantau pemasangan dekorasi merupakan calon mempelai. Gelagatnya lebih mirip event organizer yang sedang bertugas.
Acara pertunangan itu tadinya akan digelar secara sederhana, tetapi orang tua Jenna bersikeras untuk menggelar acara besar. Mengingat ketidaksukaan Ayah pada calon tunangannya, Jenna tidak menduga kalau keluarganya akan mengadakan acara di tempat mewah ini.
Ruangan itu terlihat cantik dengan rangkaian bunga asli yang bertengger sepanjang jalan utama. Penataan kursi tamu yang dibuat privat untuk lima sampai enam orang, sudah sesuai dengan keinginan Jenna. Wanita berambut panjang itu berjalan hingga ke podium, memandang sekeliling dan tersenyum karena sebentar lagi mimpinya menjadi nyata. Saat senyum Jenna tengah mengembang, Ayah dan Bunda tiba di pintu depan. Bunda melambai dan Jenna langsung menghampiri orang tuanya.
“Gimana persiapannya? Semua aman?” Ayah bertanya setelah memeluk Jenna singkat.
Wanita berlesung pipi itu mengangguk sambil tersenyum.
“Saka mana, Sayang?” Bunda bertanya sambil menatap sekeliling. “Bunda nggak lihat. Bukannya kalian ada janji buat periksa finishing dekornya?”
Jenna berusaha mempertahankan senyumnya untuk menutupi rasa kecewa yang sedari tadi berusaha ia buang jauh-jauh. “Saka lagi ada rapat penting, nggak bisa ditinggal.”
Wajah Ayah berubah masam. Mata cokelatnya menatap Jenna dengan tatapan mengasihani.
“Aku nggak apa-apa, Yah. Jenna bukan anak kecil, cek begini, sih, sendiri juga bisa.” Jenna langsung berusaha mencairkan suasana.
“Bener, nggak apa-apa?” Ayah bertanya masih dengan tatapan yang sama.
Jenna memaksakan senyumnya. “Beneran, kami nggak berantem. Ayah tenang aja.”
Ayah berdecak setelah mendengar jawaban putri tunggalnya.
Bunda langsung menarik Jenna untuk berkeliling. “Udah, kayak nggak tahu Ayah aja. Dia memang masih sensitif banget sama Saka.”
“Iya, Bun. Nanti Bunda temenin aku fitting, ya? Saka udah kirim jasnya ke rumah karena nggak bisa ikut.”
Bunda menatap Jenna dengan tatapan serupa dengan Ayah sebelumnya.
“Bun, jangan lihat aku pakai tatapan menyedihkan gitu, dong. Kalau Bunda nggak mau, aku bisa minta Gia buat temenin aku.”
Bunda memeluk Jenna singkat. “Enggak, Bunda yang bakal temenin kamu. Gia juga pasti sibuk sama kerjaannya.”
“Jenna.” Ayah memanggil Jenna yang tengah tersenyum karena lampu hias dan dekorasi yang ada di hadapannya. Wanita dengan blazer hitam itu menoleh dan masih mempertahankan senyumnya. Flash kamera yang menyala membuat Jenna langsung tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
CTRL + Z ✓ (TERBIT)
RomanceAda satu kejadian yang membuat Jenna dihantui rasa bersalah sehingga wanita berusia 27 tahun itu selalu mengikuti kencan buta yang diatur oleh orang tuanya. Namun, satu kencan buta membawanya bertemu dengan Yujin, sahabat lamanya yang tiba-tiba meng...