Suasana mencekam di ruangan itu membuat Jenna harus menghela napas berkali-kali. Tangan yang meremas baju, tidak bisa mengurangi rasa gugupnya. Dua pasang mata yang menatapnya kini, berhasil membuat Jenna menunduk dalam.
"Apa benar, kamu berhubungan lagi dengan Saka?" Ayah memejamkan mata untuk menahan emosinya.
Jenna diam. Tidak ada jawaban yang bisa ia berikan. Pernyataannya mengenai Saka adalah sebuah dusta. Kepalanya menunduk semakin dalam.
"Kalau kamu nggak bicara, Ayah sama Bunda bisa tahu dari mana, Sayang?" Bunda menatap Jenna.
Tadinya Bunda berniat duduk di samping Jenna, tetapi Ayah langsung menghentikannya dengan menarik Bunda agar duduk di hadapan Jenna.
Kini Jenna merasa tengah menghadapi sidang. Tangan wanita itu mulai gemetar.
"Jenna, Ayah nggak mau kamu bohong cuma untuk menutupi kesalahan Yujin."
Jenna mengangkat kepalanya. Kini matanya tertuju pada Ayah yang kelihatan berusaha tidak membentak.
"Kenapa Ayah nggak percaya sama aku? Ini sama seperti kejadian malam itu. Ayah nggak mau percaya sama ceritaku. Aku benar-benar nggak punya perasaan apapun sama Yujin. Kami cuma teman. Apa Ayah sama Bunda memang nggak pernah percaya sama aku?" Jenna berbicara susah payah di tengah tangisnya. Tangisan yang bahkan ia sendiri tidak sadar penyebab pastinya, ketidakpercayaan Ayah atau kebohongan yang ia ciptakan.
"Jenna!" Ayah membentak setelah emosinya lepas kendali.
"Benar, 'kan? Kalau malam itu, Ayah sama Bunda angkat telepon aku. Aku nggak akan hubungi Yujin. Kami nggak akan terjebak di situasi konyol karena ketidakpercayaan kalian. Kalau dulu, kalian nggak ninggalin aku waktu hujan dan mati lampu, mungkin aku nggak akan setakut itu!" Kini bahu Jenna sudah gemetar. Ia membiarkan air matanya terus mengalir. "Kalian ingat, waktu aku masih lima tahun, aku berdiri di atas pecahan kaca dengan kaki penuh darah, Ayah sama Bunda datang terlambat. Kalian datang setelah lampu menyala. Ayah sama Bunda nggak pernah tahu seberapa takutnya aku waktu itu!"
Melihat Jenna menangis dan berusaha menyampaikan maksudnya, perlahan emosi Ayah memudar. Pria bertubuh tambun itu bergerak dari tempatnya untuk memeluk Jenna.
"Tolong, percaya sama aku." Tangis Jenna semakin menjadi ketika Bunda turut bergabung dalam pelukan.
Setelah tangis Jenna mereda, barulah Ayah kembali memulai pembicaraan. "Kamu yakin, akan bercerai dengan Yujin?"
Jenna terdiam. Ia tidak bisa langsung menjawab.
"Ayah rasa, kalian masih bisa bicarakan hal ini dengan baik-baik. Ayah kenal kamu lebih dari siapa pun. Ayah tahu, kamu nyaman sama Yujin, begitu juga sebaliknya. Kalian hanya butuh waktu."
Jenna menggeleng pelan.
"Kamu yakin?" Ayah memberi kesempatan untuk Jenna berpikir. "Kalau memang kalian sudah sepakat untuk berpisah, Ayah akan mendampingi prosesnya." Ayah menghela napas berat setelah menyelesaikan kalimatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CTRL + Z ✓ (TERBIT)
RomanceAda satu kejadian yang membuat Jenna dihantui rasa bersalah sehingga wanita berusia 27 tahun itu selalu mengikuti kencan buta yang diatur oleh orang tuanya. Namun, satu kencan buta membawanya bertemu dengan Yujin, sahabat lamanya yang tiba-tiba meng...