26. CTRL + T

75 25 13
                                    

Gia terbangun dengan rasa sakit kepala yang luar biasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gia terbangun dengan rasa sakit kepala yang luar biasa. Angin yang berembus di sekitarnya terasa dingin. Mata sipitnya sulit dibuka seolah lem super sudah menyatukannya. Tangan Gia menelusuri tempatnya berbaring untuk mengangkat panggilan yang masuk ke ponselnya.

Gia memaksakan diri untuk membuka matanya yang terasa sangat berat. Ia melihat satu nama yang muncul di layar dengan celah kecil yang berhasil ia usahakan. Dengan cepat ia langsung mengangkat telepon itu.

Bangke banget, adek lo.

Suara umpatan dari seberang mampu membuat kesadaran Gia kembali. Wanita berambut berantakan itu memaksa tubuhnya bergerak dari posisi berbaring menjadi duduk. Tangan kanannya kini menopang kepala.

“Kenapa?” Gia menjawab dengan suara parau.

"Lo mau tahu, barusan banget, adek lo kenalin gue ke pacarnya yang di Jepang. Tanpa rasa bersalah, dia ngomong kalau dia nikahin gue demi ceweknya. Gue nggak ngerti lagi, otak adek lo ada di mana? Bisa-bisanya dia telepon selingkuhannya terus dikenalin sama istri sah-nya!" Jenna merepet penuh emosi.

Pening di kepala Gia semakin tajam. “Oke. Sorry, sekarang gue nggak bisa mencerna kalimat lo. Nanti gue bakal telepon lo, kalo gue udah baikan."

Ada jeda sejenak. "Gi, lo habis minum?"

Tepat sasaran. Jenna bisa menebak kondisi Gia hanya dengan mendengar suaranya.

Gia berdeham untuk melegakan tenggorokannya yang masih terasa panas. "Iya, nanti gue telepon lagi, ya."

"Gue harap lo nggak ngelakuin kesalahan apapun. Kabarin gue kalau ada apa-apa."

"Oke, bye."

Tangan kanan Gia masih menopang kepalanya. Ia membuka mata perlahan hanya untuk melihat sebuah ruangan yang tidak ia kenali. Mata sipit wanita itu mengerjap. Ia melihat tembok berwarna krem. Langit-langitnya berwarna putih dengan dudukan lampu yang terbuat dari kayu. Aroma woody aquatic mengisi ruangan itu. Ini adalah aroma yang familiar bagi Gia.

Kepala Gia semakin sakit ketika ia memaksa untuk mengingat yang terjadi semalam. Ia menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, lalu ia sadar, kini ia tidak mengenakan apapun.

Gia segera memungut pakaiannya yang terserak di lantai dan menggunakannya kembali dengan cepat. Tepat ketika ia selesai mengenakan blusnya, sebuah ketukan terdengar.

Gia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia harus siap menghadapi siapapun yang muncul dari balik pintu tersebut. Wanita berambut berantakan itu sudah pernah ke apartemen Brian dan tempat ini tidak terlihat seperti kamar milik Brian.

“Gi, gue masuk ya.”

Suara di balik pintu membuat Gia hampir tersungkur. Kakinya benar-benar kehilangan kemampuan untuk menopang tubuh. Kini ia sudah terduduk lemas di atas ranjang.

CTRL + Z ✓ (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang