Setelah kedatangan Caca ke rumah, membangunkan Jenna sudah menjadi kegiatan rutin bagi Yujin. Kejadian hari itu menjadi titik balik bagi hubungan mereka. Pria bermata sipit itu berusaha mengurangi tingkat kejailannya dari sangat jail menjadi hanya jail.
Yujin bersiap lebih pagi dari biasanya karena hari ini ia akan mengikuti sebuah rapat bersama Papi. Pria yang mengenakan setelan rapi itu memutar kunci mobilnya sambil bersenandung menuju kamar istrinya. Ketika ia hendak mengetuk, tiba-tiba Jenna membuka pintu.
Yujin mengamati penampilan istrinya. Tidak seperti biasa, di waktu sepagi ini, Jenna sudah berpakaian rapi dan wajahnya sudah dihiasi makap. “Tumben banget, lo udah rapi jam segini?”
Jena berdecak. “Idih, emang lo kira, lo aja yang bisa bangun pagi. Gue juga bisa kali.”
Pria yang mengenakan kemeja putih itu mengikuti Jenna sambil mengusap tengkuk. Begitu tiba di pintu depan, Yujin menyentuh lengan istrinya. “Lo beneran mau ke kantor sepagi ini?”
“Lo, kok, kepo banget, sih? Kepo itu jatah gue, lo nggak usah ikut-ikutan.”
Jenna masuk ke dalam mobilnya, lalu menyalakan mesin. Wanita berambut terurai itu meletakkan tasnya di jok penumpang. Kemudian, ia memasang seat belt. Jenna tengah menyalakan musik di mobilnya ketika Yujin mengetuk jendela mobil.
Jenna menurunkan kaca mobilnya kemudian melotot tajam. “Kenapa, Jin Tomang?”
Bukannya menjawab, Yujin malah menyeringai, lalu menunjuk ke arah ban depan mobil Jenna. “Gue tahu, lo ceroboh, tapi gue nggak tahu kalau lo seceroboh ini.”
Wanita yang sudah mengenakan seat belt itu akhirnya melepas seat belt-nya, lalu turun dari mobil dengan tergesa-gesa. “Sial banget gue.”
Yujin tertawa pelan karena melihat Jenna mengentak lantai sambil menyentuh layar ponselnya dengan penuh emosi. Pria bermata sipit itu menyentuh lengan Jenna setelah melihatnya membuka aplikasi ojek online. “Gue antar aja. Masih pagi, kok.”
Jenna melongo. “Lo yakin? Kantor kita nggak searah, lho.”
Yujin mengacak rambut Jenna pelan. Hal itu sempat membuat wanita berambut panjang itu membeku dan menahan napas. “Gue juga tahu, kantor kita nggak searah. Ya, udah, ayo, masuk.”
Jenna melangkah ragu. Gerakannya sudah mirip robot yang hampir kehabisan baterai. Wanita yang mengenakan setelan berwarna merah muda itu duduk di jok penumpang dengan hati-hati. Ia kembali menahan napas ketika Yujin memasangkan seat belt-nya.
“Lo kalau duduk di bangku penumpang suka nggak pasang seat belt, ya?” Yujin bertanya setelah selesai memasangkan seat belt Jenna. “Ingat, keselamatan, tuh, nomor satu. Jangan dibiasain nggak pakai seat belt kayak gitu.”
Jenna mengangguk kaku. Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Ia juga merasa pipinya sudah dirambati panas, padahal udara pagi terasa dingin. Dalam hati, Jenna berseru, jantung gue enggak selamat, kalau lo baik sama gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
CTRL + Z ✓ (TERBIT)
RomanceAda satu kejadian yang membuat Jenna dihantui rasa bersalah sehingga wanita berusia 27 tahun itu selalu mengikuti kencan buta yang diatur oleh orang tuanya. Namun, satu kencan buta membawanya bertemu dengan Yujin, sahabat lamanya yang tiba-tiba meng...