30. CTRL + F9

74 23 17
                                    

Yujin tengah menuangkan kopi ke gelas ketika melihat Jenna turun dengan wajah kusut dan mata panda yang mengerikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Yujin tengah menuangkan kopi ke gelas ketika melihat Jenna turun dengan wajah kusut dan mata panda yang mengerikan. Bukan karena ia baru bangun tidur, Yujin yakin kalau kejadian seminggu lalu masih terus menghantui istrinya. Wanita itu kelihatan kehilangan semangat dan kata-kata yang keluar dari mulutnya juga kian hari semakin sedikit.

"Mau gereja kapan?" Yujin menggeser gelas yang sudah diisi susu. Biasanya Jenna selalu minum susu di pagi hari. Ia tidak suka kopi milik Yujin karena dibuat tanpa gula.

"Thanks." Jenna tersenyum, tetapi tidak bisa menghapus mata sendunya. "Sore." 

Yujin bertanya hanya untuk basa-basi. Ia sudah paham kalau Jenna akan pergi ke gereja pada sore hari. Setelah menikah dengan Jenna, Yujin jadi rajin ke gereja. Pergi ke gereja sudah menjadi salah satu rutinitas mingguan Yujin, selain berkunjung ke makam Mama.

Yujin menyeruput kopinya. Kemudian ia berdehem. "Jen, abis sarapan, gue mau ke makam Mama."

Jenna menghentikan kegiatannya yang tengah meminum susu. Ia menatap Yujin heran. "Tumben banget lo izin."

Yujin mengusap tengkuknya. "Bukan izin. Kalau lo nggak keberatan, mau ikut, nggak?"

Jenna melongo. Sebelumnya, pria yang duduk di hadapannya ini sangat tertutup dan selalu pergi diam-diam setiap Minggu pagi. Namun, kali ini ia menunggu sampai Jenna bangun. "Lo yakin?"

Yujin mengangguk. "Kalau lo mau, sih. Kalau nggak mau, ya, nggak apa-apa."

Jenna tersenyum. Kini matanya kelihatan lebih cerah. "Jangan bilang lo mau ngadu sama Mama, terus bilang, 'Ini, Ma. Cewek yang lagi aku kontrak jadi istri."

"Sensi banget, sama kontrak. Jadi, mau ikut atau enggak?" 

Jenna menghabiskan susunya dengan cepat. "Tunggu, gue ambil jaket dulu."

Hamparan hijau menyambut Jenna. Ini kali pertama wanita itu pergi ke makam seseorang yang tidak ia kenal. Wanita berjaket kuning itu berjalan mengikuti Yujin. Tidak lama setelah mereka berjalan, Yujin berhenti di satu gundukan tanah berlapis rumput dengan nisan yang berisi nama, tanggal lahir dan tanggal wafat. 

"Kita nggak beli bunga?" Jenna berbisik pada Yujin yang sudah mengambil posisi duduk di samping nisan.

"Gue bawa bunga cuma buat hari khusus aja." Pria berjaket hitam itu mengusap batu nisan yang mengkilap memantulkan cahaya matahari. 

Jenna duduk di samping Yujin. Ia tidak bicara hingga suaminya mulai berbicara. 

"Ma, aku bawa Jenna. Cewek yang sering aku ceritain. Aneh banget, 'kan? Aku juga nggak tahu kenapa bisa nikah sama dia. Kalau Mama masih di sini, pasti Mama bakalan sering berantem sama Jenna." Yujin tertawa. Hanya dengan membayangkannya saja, Yujin sudah merasa hal itu lucu. 

Jenna mendekatkan tubuhnya pada Yujin dan berbisik, "Gue perlu bilang, 'Hai, Ma.' nggak?"

Pria berambut tebal itu tertawa. Kini mata sipitnya sudah berubah menjadi lekungan mirip bulan sabit kembar. "Nggak usah. Emang gue aja yang aneh, ngomong sama kuburan. Gue pernah denger, orang yang sudah meninggal nggak punya hubungan dengan yang masih hidup, tapi gue masih terjebak sama semua memori yang ada di kepala gue. Seenggaknya, kenangan kami bisa bertahan selama gue hidup. Hubungan kami nggak akan pernah berakhir kalau gue nggak ngelupain Mama."

CTRL + Z ✓ (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang