Seminggu telah lewat sejak kedatangan Caca ke rumah. Jenna berusaha untuk bersikap biasa saja ketika bertemu dengan rekannya itu di kantor. Namun, sikap wanita itu berubah drastis. Tidak ada sapa atau secangkir kopi seperti biasanya. Rapat mereka juga terasa seperti perang. Seolah mendukung, jadwal rapat tim Jenna dengan tim wanita itu juga terjadi tiga kali dalam minggu ini.
"Bu Jenna." Wanita berambut pendek yang berdiri di depan Jenna menjentikkan jari.
Jenna sempat gelagapan. "Oh, iya."
Tyas menggeleng. "Ibu tadi panggil saya. Ada apa, Bu?"
Jenna terdiam. Akhirnya, ia ingat mengapa memanggil Tyas ke ruangannya. "Kalau saya tanya hal di luar pekerjaan, nggak apa-apa?"
Tyas tersenyum cerah. Ia menggeser kursi yang ada di seberang Jenna. "Ibu pasti mau tanya tentang Kak Caca, 'kan?"
Ini orang udah kayak dukun. Jenna diam karena sedang sibuk berbicara pada dirinya sendiri.
"Seminggu ini, saya lihat, Ibu dan Kak Caca nggak seakrab biasanya. Kayaknya kalian lagi perang dingin. Ini pasti karena suami Ibu."
Jenna langsung menempatkan telunjuk ke bibirnya begitu mendengar kata suami.
Tyas melipat tangan di dada. "Saya siap menjawab pertanyaan Ibu."
Jenna berpikir sejenak. Ia memang sangat penasaran, tetapi ia juga ragu untuk menanyakan hal ini pada Tyas yang notabenenya adalah orang asing. "Kamu kenal Caca udah lama?"
Tyas kembali tersenyum. "Sekitar lima tahun, mungkin. Saya sama Kak Caca masuk ke kantor ini di angkatan yang sama. Dulu, kami cukup dekat, tapi karena suatu hal. Ya, seperti yang Ibu tahu sekarang."
"Kamu tahu kenapa Caca putus sama Jin Tomang, eh, maksud saya, suami saya?" Jenna bertanya sambil menautkan tangannya. Entah mengapa, ia menantikan jawaban dari Tyas.
"Yang saya tahu, Kak Caca selingkuh. Nggak cuma sekali, tapi tiga kali. Ya, wajar, sih. Soalnya dulu mereka sempat LDR, 'kan? Setahu saya, suami Ibu dulu tinggal di Jepang."
Sejauh apa dia tahu tentang mereka? Jenna kembali bertanya pada dirinya sendiri.
"Saya nggak kenal suami ibu secara pribadi. Saya cuma dengar ceritanya aja." Tyas langsung menyiapkan tameng pertahanan.
Jenna memijit pelipisnya. Ia memang dekat dengan Caca, tetapi ia tidak pernah tahu tentang kisah cinta wanita itu. Begitu selesai memijit pelipisnya, Jenna melihat Tyas yang kini sibuk mengetikkan sesuatu di ponselnya sambil tersenyum.
"Ibu mau kopi apa? Bang Joel mau mampir ke sini karena kami mau makan siang bareng." Tyas bertanya dengan antusias.
"Nggak usah, nggak apa-apa." Jenna menggeleng dan tersenyum sopan.
"Oke, ada pertanyaan lagi, Bu? Kalau nggak ada, saya mau siap-siap soalnya sudah mau jam istirahat."
Jenna melirik jam tangannya sekilas. Benar, sudah hampir tengah hari. "Saya rasa cukup. Kalau saya tanya-tanya lagi, boleh, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CTRL + Z ✓ (TERBIT)
RomanceAda satu kejadian yang membuat Jenna dihantui rasa bersalah sehingga wanita berusia 27 tahun itu selalu mengikuti kencan buta yang diatur oleh orang tuanya. Namun, satu kencan buta membawanya bertemu dengan Yujin, sahabat lamanya yang tiba-tiba meng...