28. CTRL + DOWN ARROW

81 24 20
                                    

Hari itu adalah hari terburuk bagi Jenna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari itu adalah hari terburuk bagi Jenna. Ia merasa masih sulit untuk menerima perasaannya sendiri. Sepanjang hari, yang ada di kepala Jenna hanya satu kata, cemburu.

Bulan lalu, semua masih baik-baik saja. Ia bisa mendengar Yujin berbicara mesra dengan Mina, tanpa merasa kesal. Namun, kini ia merasakan gejolak aneh yang membuatnya sakit kepala.

Jenna tidak mengerti mengapa ia harus tertimpa kesialan bertubi-tubi. Ketika berjalan keluar dari ruangannya, high heels yang ia kenakan mengalami patah tumit. Kejadian itu sempat membuat Jenna kehilangan keseimbangan. Kemudian tanpa sengaja, kepalanya terbentur pintu.

Jenna hampir kehabisan kesabaran. Namun, ia berhasil mengatasinya setelah menarik napas dalam berkali-kali. Wanita itu melepas high heels-nya dan memakai sendal jepit sebagai gantinya.

Jenna keluar dari kantor dengan wajah cemberut. Ia mengentak-entakkan kaki sambil menggerutu. Namun, langkahnya langsung terhenti ketika mendengar sebuah panggilan.

"Naya."

Jenna merasakan ada tangan yang melekat di pinggangnya, tetapi ia tidak bisa mengatakan apapun.

"Hei, Naya. Apa kabar?"

Suara itu sangat Jenna kenal, tetapi ia tidak berani menoleh. Kini, ia berdiri kaku seperti patung.

Pria yang berdiri di sampingnya memberikan sebuah buket bunga. "Bunganya, sebagai permohonan maaf."

Mata Jenna tidak mampu berkedip. Ia merasa kalau otaknya gagal memahami hal yang sedang terjadi. Jenna mulai kesulitan bernapas ketika pria itu berpindah ke depannya.

Pria dengan senyuman manis itu berdiri dengan percaya diri, seolah tidak ada yang terjadi sebelumnya. "Hei, Naya. Apa kita bisa ngobrol sebentar?"

Kesadaran Jenna kembali ketika pria tersebut mengayunkan tangan di depan wajahnya. Ia menggangguk setelah berkedip beberapa kali.

Jenna berjalan berdampingan dengan pria yang memiliki tinggi tidak jauh berbeda dengannya. Ia masih tidak menerima bunga yang diberikan pria tersebut. Begitu tiba di kafe yang ada di seberang kantor, pria tersebut langsung berbicara tentang banyak hal.

Kini mata besar Jenna menatap pria tersebut dengan tatapan yang sulit didefinisikan. "Sudah hampir setengah tahun, kenapa baru datang sekarang?"

Pria tersebut tersenyum cerah, bahkan kelewat cerah hingga membuat Jenna semakin marah. "Aku bisa jelasin semuanya. Kasih aku satu kesempatan untuk sama-sama kamu. Aku akan jelasin semuanya."

Jenna tertawa. "Setelah menghilang setengah tahun, apa ada alasan yang masuk akal untuk bisa diterima?"

"Naya, please, kasih kesempatan aku buat jelasin."

Jenna bangkit dari kursinya. Ia mengambil ponsel yang terletak di atas meja dan menelepon nomor yang terakhir menghubunginya.

Jenna tidak berharap dikejar, tetapi ia takjub karena Saka masih bisa duduk tenang di sana.

CTRL + Z ✓ (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang