Tidak ada yang pernah menduga, hari esok akan seperti apa. Bahkan yang saat ini sedang tertawa bersama, bisa jadi besok hanya tinggal bagian dari cerita.
☆☆☆
Dengan langkah gontai, Alin berjalan di belakang Nata dan Resya sambil menuntun koper berwarna merah muda miliknya. Rasanya tidak percaya, mereka harus tinggal di rumah sederhana yang sangat jauh berbeda dengan rumah mereka sebelumnya. Rumah yang hanya berlantai satu dengan cat putih yang sudah mengelupas di beberapa bagian, membuat Alin merasa ingin mengumpat saat itu juga. Jika bukan karena permainan takdir yang membuatnya harus kehilangan semua hal-hal mewah dan berhara, dia tidak mungkin berada di halaman rumah tua ini.
Alin pasti sekarang sedang menjalani rutinitas pagi dengan skin care sambil menonton tik-tok. Atau sedang menyantap salad sayur pengganti sarapan untuk penunjang diet. Tapi sekarang apa? Air matanya habis terkuras dengan kepergian ibunya serta berita tidak menyenangkan dari ayahnya.
Meskipun halaman rumah ini cukup luas dan cocok untuk dijadikan tempat santai, bagi Alin ini tidak akan pernah sebanding dengan halaman rumah mereka yang jauh lebih luas dengan kebun dipenuhi bunga dan rumput hijau yang terawat. Bahkan teras rumah ini, tidak sampai setengah dari teras rumah mereka. Lantai keramik yang berkilau, tidak layak disandingkan dengan lantai keramik yang sudah retak.
Alin tidak bisa membayangkan, bagaimana dia akan melewati hari-harinya di rumah lantai satu dengan sebuah dipan tua yang tampak rapuh di halaman rumah. Apalagi melihat pohon mangga yang mengugurkan dedaunan tepat di depan pagar rumah, membuat Alin bisa menebak akan sekotor apa halaman rumah ini setiap hari. Siapa yang akan membersihkan? Mbak Mina sudah pulang kampung setelah memastikan mereka mendapat tempat tinggal. Tapi Alin bisa apa? Mengeluh? Pada Siapa?.
Nata dan Resya sudah duluan masuk ke dalam rumah. Resya hanya bisa menelan ludah ketika mendapati pemandangan dalam rumah. Perasaan yang sama seperti Alin, bagaimana dia akan menjalani kehidupan sederhana padahal sedari kecil terbiasa hidup mewah?
Berbeda dengan kedua saudaranya, Nata merasa semua ini tidak apa-apa. Justru ini adalah pembelajaran hidup yang tidak akan pernah mereka dapatkan di manapun, bahkan dengan mengenyam pendidikan di bangku kuliah. Dengan sisa-sisa lara yang masih terasa, Nata berusaha untuk tetap tersenyum secerah mungkin meskipun suasana pagi ini mendung seperti perasaan kedua saudaranya.
"Gue nggak bisa tinggal di sini," ucap Alin ketika masuk ke dalam rumah dan mendapati pemandangan di dalam jauh lebih buruk dari yang dia bayangkan.
Kursi sofa tua berwarna cokelat dengan bolongan di beberapa bagian, serta meja kaca sepaket dengannya sudah retak tak layak pakai. Tidak ada ruang keluarga, tidak ada tempat santai, apalagi kolam renang. Yang ada hanya dua kamar kosong tak ada barang, dengan satu sekat dinding pembatas antara ruang tamu dan dapur. Rumah seperti apa ini? Bangunannya sangat tidak jelas, pikir Alin.
"Kak, sabar dulu ya. Nanti kalau ada uang lebih, baru kita cari rumah yang lebih bagus," ucap Nata.
Alin memegang pelipisnya pusing dengan kenyataan yang harus mereka hadapi. Dia benar-benar tidak habis pikir, setelah mengikhlaskan mobil mewahnya dijual untuk membeli rumah, justru mereka harus mendapatkan rumah tak layak huni seperti ini. Alin tidak terima dan mencoba menghubungi Mbak Mina. Namun sayang bukan kepalang, nomor pembantu mereka sudah tidak aktif. Apa mereka ditipu? Apa Mbak Mina tega meninggalkan mereka dengan kondisi seperti ini? Alin benar-benar sangat kesal.
"Gue harus lapor polisi! Ini penipuan!"
"Kak," Resya yang mendekati Alin. "Gue yang nyuruh Mbak Mina nyariin kita rumah yang sederhana. Gue yang ngecek rumah ini. Lo tenang aja, uang sisa dari pembelian rumah, gue tabung di bank. Kita harus hemat, nggak boleh terlalu boros. Lo masih butuh uang untuk lanjutin kuliah, Kak Nata juga. Kalau semua uang yang kita punya dihabisin buat beli rumah mewah, terus uang kuliah kalian gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan YANG TERSAYANG || Winwin (END)
Разное[Diikutkan dalam Writing Maraton An.Fight x Solis Publisher] Sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, Winata Nara Winanda dituntut untuk menjadi adik yang patuh terhadap kakak tertua dan menjadi kakak yang penyayang terhadap adiknya. Tidak hanya itu...