-17-

204 34 11
                                    

☆☆☆

Dibawah sinar lampu yang temaram, Alin menatap tes pack dengan dua garis biru di sana. Menandakan bahwa dia positif sedang mengandung bibit manusia dalam rahimnya. Alin tidak tau harus bagaimana. Dia tidak ingin bertemu dengan Jefry lagi, tapi tidak mungkin fakta pahit ini disembunyikan sendiri.

Malam semakin larut, namun matanya tak kunjung bisa terpejam. Kedua saudaranya sudah tertidur berjam-jam yang lalu. Hanya ada suara jangkrik yang menemani rintihan tak tersuara wanita itu. Alin berusaha menahan tangis dengan menutup mulut serapat-raparnya, membiarkan dinding-dinding menjadi saksi bisu bagaimana wanita itu meratapi kebodohan beberapa waktu lalu.

Entah sudah keberapa kali, Alin menatap layar ponsel yang menampilkan nama Jefry di sana. Nomot yang sudah diblokir sejak kejadian malam itu, kini dengan berani dibukanya. Ada perasaan khawatir dan ragu yang begitu kuat, namun Alin tidak punya pilihan lain. Berharap laki-laki itu mau mendengarkan berita buruk yang akan dia beritahukan, Alin memencet simbol telpon berwarna hijau dan menunggu beberapa saat sebelum suara rendah bersahut dari speaker ponsel.

"Halo?"

"H-halo?"

Alin tidak mengerti, mengapa dia melakukan ini. Apa kata selanjutnya yang harus diucapkan?

"Kamu lagi nggak mabuk, kan? Tumben nelpon? Udah nggak ngeblokir aku lagi? Jangan bilang, kamu kangen? Sama, aku juga. Jadi kapan kita ketemu? Malam ini?"

Pertanyaan Jefry terdengar brengsek di telinganya. Alin sudah terlanjut membenci suara itu. Namun, dia bisa apa selain berusaha untuk menahan kebenciannya.

"Jef, aku mau ngomong serius sama kamu," ucapnya setelah helaan nafas panjang.

"Boleh. Kapan? Sekarang juga boleh. Aku udah kangen banget sama kamu."

Yang terbayang dalam pikiran Alin adalah wajah Jefry yang penuh birahi saat mengucapkan kalimat itu. Tidak ada lagi perasaan cinta yang biasanya menghiasi panggilan telpon mereka.

"Besok. Besok kita ketemuan di kafe biasa."

"Aku jemput ya."

"Nggak. Nggak usah. Biar aku berangkat sama Nata."

"Kamu mau aku dipukulin lagi?"

"Jef--"

"Iya, iya. Yang oenting bisa ketemu kamu, nggak pa-pa deh kena pukul lagi."

Alin tau perkataan itu tidak tulus. Terdengar suara tertawa dari seberang telpon, terkesan menghina ditelinganya.

"Besok jam 10 pagi kita ketemuan di kafe tempat biasa."

"Nggak malam aja?"

"Aku ngantuk, Jef. Sampai ketemu besok"

"Tapi, aku ma--"

Panggilan terputus sebelum Alin mendengarkan kalimat terakhir Jefry. Rasanya, dia begitu muak mendengar setiap kata yang diucapkan laki-laki itu.

Alin berbaring setelah lama duduk bersandar di dinding kamar. Matanya perlahan memejam. Untuk saat ini, biarkan Alin istirahat. Biarkan dia menemukan jawaban atas kegelisahannya, melalui mimpi singkat malam ini.

•°•°•

"Lo hamil?!"

Suara Resya menggelegar memenuhi ruang makan pagi itu. Garpu dan sendoknya jatuh di piring ketika Alin membuka percakapan dengan kalimat, "Gue hamil."

Sementara dari seberang meja, Nata menganga tak percaya. Rasa nasi goreng yang menurutnya cukup baik dari hari biasanya, kini terasa hambar mendengar penuturan Alin yang tiba-tiba.

Bukan YANG TERSAYANG || Winwin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang