Cerita Sampingan: Trias Dan Golem Terakhir

20 4 9
                                    

Kami para cleric biasa melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain untuk memperkuat ajaran pada masyarakat. Tidak peduli di mana itu, pesisir kah, pegunungan kah, atau desa terpencil di dalam hutan kah, gereja didirikan di sana atau tidak kah, asal kami bisa menjangkau tempat itu maka kami tidak akan luput mengunjunginya.

Persiapan keberangkatan diatur di katedral utama selama beberapa bulan sebelum kami memulai perjalanan. Rute menuju tempat-tempat tujuan telah kami tentukan dengan bantuan penjelajah senior di kerajaan, kadangkala bahkan ada penjelajah yang ikut dalam perjalanan para cleric.

Selain itu, persiapan yang lain ialah pasukan pengaman dan juru masak. Meskipun para cleric adalah biarawati dengan kemampuan bertarung, namun tetap saja bukan peran kami untuk terlibat pertumpahan darah apabila terjadi pertempuran di tengah jalan. Untuk juru masak, itu menjadi peran biarawati biasa yang ikut dalam ekspedisi.

Dalam ekspedisi kali ini, kelompok kami adalah memiliki cukup banyak anggota jadi kami harus memiliki persediaan makan yang cukup. Kemudian, soal transportasi. Itu semua diatur oleh pihak katedral jadi seharusnya itu bukanlah sebuah masalah.

Saat semua persiapan sudah matang dan para peserta ekspedisi telah siap, rombongan yang berjumlah 50 orang ini pun berangkat.

Ada 10 cleric dalam rombongan, 5 biarawati biasa yang salah satunya juru masak, beberapa kusir, sejumlah kuli angkut, seorang penunjuk jalan yang ditugaskan pengembara senior memandu kami–dia pula yang memegang peta–dan sisanya adalah serdadu serta seorang perwira kerajaan yang ditugaskan mengawal rombongan.

Dari katedral utama di ibu kota Kozia kami berangkat menuju ke utara, melewati lembah Haduchin, kemudian berjalan terus hingga sampai di kaki bukit Bakal. Kami menyinggahi beberapa desa sebelum sampai di sana.

Bukit Bakal adalah bukit yang harus kami lewati untuk sampai di kota Ashwe–kota tujuan kami untuk mengisi perbekalan. Kami berencana singgah di sana selama beberapa hari, sebelum melanjutkan ekspedisi mengikuti jalur pesisir utara menuju timur Upper Land dan menyebrangi selat Kalor ke Eastern Land. Tujuan akhir kami adalah katedral utama di Kekaisaran Karura yang ada di benua itu. Setelah urusan kami di sana selesai, kami akan kembali ke Kozia.

Akan memakan waktu lama memang, perkiraan kami sampai adalah 1 tahun setengah dan untuk kembali waktunya kurang lebih sama. Untuk itu, dibutuhkan persiapan logistik, personel dan mental yang mapan. Aku yakin kami memiliki itu semua.

Namaku Trias Ade Maverick, cleric junior dari katedral utama Savoe di Kozia. Aku baru diangkat menjadi biarawati senior beberapa bulan lalu.

Setelah diangkat, untuk beberapa bulan aku bertugas sebagai asisten pendeta. Aku banyak membantunya dalam persiapan misa serta menyalin catatan kuno atau menerjemahkan teks-teks suci di skriptorium biara setiap malamnya. Sampai saat kemudian, beliau mengikutsertakanku dalam ekspedisi menuju Kekaisaran Karura.

Aku sangat senang ketika mendengar kabar tersebut, sebab itu adalah hal yang paling kuimpi-impikan dalam hidupku. Berpetualang selalu menjadi mimpiku sejak kecil, karena keinginan berekspedisilah yang mendorongku menjadi seorang cleric di samping kereligiusan keluargaku dalam ajaran yang kami anut.

Dalam perjalanan, kami melintasi banyak tempat menakjubkan dengan pemandangan luar biasa indah. Salah satunya adalah Plateau Magopo.

Kami melewati plateau Magopo di utara Kozia, dekat Desa Koler, desa pertama yang kami singgahi dalam ekspedisi. Tempat itu menyihir mataku. Dari jalan setapak di sisi tebing dataran tinggi, aku bisa melihat hamparan luas pepohonan dan hutan di bawahku. Kadangkala kabut memang menyelimuti disertai deraian air hujan, namun bagiku itu menambah keindahan dan kemenakjuban dataran tinggi Magopo.

ARC OF THE HEIR: TALE OF STRIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang