45. Skema Yang Lebih Besar

29 3 0
                                    

"Kita semua menjalani hidup penuh dosa. Angkat kepalamu, kau tidak harus menjadi orang suci untuk mendapat pengampunan." ~ Alvia Etherancia.

¤¤¤

Bunga api-bunga api berterbangan ke udara, membentur dinding kasar gua sebelum lenyap terurai dan tiada lagi berbentuk. Nyala merah mendahului, beriringan dengan raung terkaman api yang menyembur. Di tengah-tengah terjangan ombak api tersebut, berdiri Kilman yang susah payah menahannya dengan pedangnya. Namun, pada wajah pria itu, hanya terdapat kebahagiaan.

"Bagus! Aku menikmati ini! Duel ini membuatku bersemangat!" Kilman tertawa.

Alvia menggeram mendengar upaya Kilman untuk mempermainkan fokusnya.

"Ada apa, gadis kecil? Apa kau tidak menyukai duel ini sepertiku?"

"Kau banyak omong!" Alvia menyergah.

"Oh, ayolah, duel tidak akan menarik tanpa adu mulut yang memanaskan suasana."

"Apa sihirku masih belum cukup panas? Aku bisa membuatmu hangus kalau kau mau!"

Alvia tidak menunggu Kilman memberikan jawaban. Jari-jemari tangannya menegang dan Alvia menambah jumlah mana pada mantra yang dirapalkannya. Api yang sebelumnya berwarna merah, samar-samar berubah menjadi biru di pangkal semburannya.

Intensitas suhu api Alvia naik, tetapi begitu pula rasa sakit yang dia rasakan akibat penggunaan Agni Exodus ikut berdampak pada tubuhnya. Di sisi lain, Kilman tampak tak bergeming dengan kenaikan suhu api tersebut. Hanya pedangnya saja yang semakin memerah. Kilman kemudian membalik pedangnya dan menebaskannya secara horizontal sambil merapalkan mantra perisai. Tebasan tersebut, yang terjiwai oleh mantra perisai, menghalau serangan Alvia dan melaju kencang ke arahnya.

Kaget dengan serangan balasan Kilman, Alvia mengubah posisi telapak tangan menjadi sejajar. Dengan memfokuskan distribusi mana hanya ke ujung jari-jemari, Alvia menciptakan perisai mana tipis di ujung tangannya. Dia lantas mengayunkan tangannya turun, membelah tebasan Kilman menjadi dua.

"Kontrol manamu luar biasa, nak. Prinsip kerja mana yang akan mematuhi pikiran serta imajinasimu, kau pasti sudah berlatih sangat keras untuk mampu mengendalikannya dengan baik," kagum Kilman.

"Aku bisa mendengar gelombang manamu, pak tua. Mudah untuk menetralisir mana dengan gelombang murni seperti seranganmu tadi," papar Alvia.

"Oh, pengetahuanmu luas juga. Aku bisa mendengar melodi manamu mirip denganku ketika kau menebas tebasanku tadi. Namun, apa yang akan terjadi jika aku mengubah gelombang mananya?"

Kilman merapal, lalu langsung menebaskan pedangnya sekali lagi. Namun, kali ini tebasannya melepaskan sebuah pisau udara raksasa yang berdesir kencang.

Alvia kembali merapatkan telapak tangan, bersiap mempertahankan diri. Namun, pisau udara Kilman melaju cepat melebihi perkiraan Alvia sehingga membuatnya tidak sempurna menangkis serangan tersebut. Alvia pun terpental cukup jauh.

"Oh, ayolah, jangan mengecewakanku," cibir Kilman.

Alvia bangun dengan tubuh penuh luka sayat. Untuk beberapa saat dia memerhatikan darah yang menodai pakaiannya sebelum kembali memandang Kilman dengan sorot mata berapi-api.

"Gaun ini butuh setidaknya seminggu untuk kubersihkan!" bentak Alvia.

"Kau lebih peduli gaunmu bernoda darah daripada nyawamu sendiri?" balas Kilman terkekeh.

"Bukan, tapi aku benci ketika seseorang membuat gaunku kotor. Aku tidak boleh datang ke biara dengan gaun kotor apalagi dipenuhi darah."

Terlalu asyik dengan pertarungan melawan seorang anak berbakat seperti Alvia membuat Kilman lupa akan identitas gadis itu untuk sejenak. Menyadari kalau lawannya sekarang adalah seseorang yang memiliki latar belakang tidak lazim bagi seorang pemburu monster, Kilman menjadi penasaran.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 31, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ARC OF THE HEIR: TALE OF STRIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang